Tuesday, 26 April 2016

Dari Abu Beureueh Ke Hasan Tiro

Dari Abu Beureueh Ke Hasan Tiro


Kontroversi ini sebenarnya masih mengalir sampai sekarang. Ada yang menganggap, setelah Daud Beureueh turun gunung, ia tidak pernah lagi terlibat dalam gerakan politik. Perlawanan yang diusung GAM, sama sekali tidak terkait dengan DI/TII.


“Kalau Hasan Tiro kan menuntut kemerdekaan, sedangkan DI/TII melawan karena kecewa,” kata M Jasin, mantan Pangdam Iskandar Muda yang dianggap berhasil mengajak Daud Beureueh turun gunung.


Tak hanya Jasin, tokoh-tokoh senior di Aceh juga banyak yang mendukung argumen itu. Dalam sebuah tulisannya di Republika, almarhum Ali Hasjmy, mantan Gubernur Aceh, memutus kaitan GAM dan Abu Beureueh. Menurutnya, GAM dan Hasan Tiro adalah gerakan kriminal, sedangkan DI/TII adalah gerakan politik murni.


Tak heran jika awal-awal perlawanan GAM, Pemerintah Indonesia menuding mereka sebagai gerombolan pengacau keamanan (GPK). Stigma kriminal dimunculkan untuk memutus dukungan pengikut Daud Beureueh yang dikenal sebagai legenda bagi warga Aceh.


Nyatanya, upaya membumikan GAM sebagai kelompok kriminal tetap gagal. Hasan Tiro kadung jadi ikon perlawanan rakyat yang baru, terutama di masa Orde Baru. Lihat saja daftar tokoh pertama yang bergabung dalam GAM. Banyak di antara mereka adalah bekas pendukung DI/TII. Sebut saja Teungku Ilyas Leube dan Daud Husin alias Daud Paneuek (paneuek artinya pendek). Ilyas adalah ulama yang disegani di Aceh Tengah dan merupakan pendukung setia Daud Beureueh. Dalam susunan kabinet GAM pertama, Ilyas duduk sebagai Menteri Kehakiman, sedangkan Daud Paneuek sebagai Panglima Angkatan Bersenjata.


Menurut Baihaqi, mantan pasukan DI/TII, keputusan Ilyas mendukung GAM semata-amata karena kecewa dengan sikap pemerintah yang ternyata hanya memberi janji omong kosong kepada Aceh. “Ilyas orangnya sangat peka terhadap agama. Ketika Syariat Islam tidak berjalan di Aceh, ia orang yang paling marah” kata Baihaqi yang juga sepupu Ilyas.


Padahal, saat Daud Beureueh turun gunung, pemerintah berjanji memberikan tiga keistimewaan untuk Aceh: syariat Islam, pendidikan, dan budaya. Nyatanya, semua janji itu tak dipenuhi. Tak heran, begitu Hasan Tiro mengumandangkan perlawanan di paruh akhir tahun 1970-an, Ilyas pun menjadi orang pertama yang mendukung.


Ketika GAM masih dalam bentuk rancangan, menurut Baihaqi, sebenarnya Daud Beureueh sudah diberi tahu masalah itu. Hanya saja, Beureueh tak mungkin lagi angkat senjata karena di tahun 1976, saat Hasan Tiro datang ke Aceh untuk kedua kalinya, Abu Beureueh sudah berusia 77 tahun.


“Ayahanda tidak perlu berperang. Biar kami saja yang melakukan perlawanan. Kami hanya perlu dukungan dari Ayahanda,” demikian bujuk Hasan Tiro kepada Daud Beureueh seperti ditirukan Baihaqi kepada acehkita.




Sebagai asisten pribadi Abu Beureueh, Baihaqi tahu persis dialog itu. Apalagi, ia masih memiliki hubungan darah dengan Ilyas Leube. “Jadi kalau dikatakan Daud Beureueh mendukung Hasan Tiro, itu bisa jadi benar,” katanya. Bedanya, di masa DI/TII, Daud Beurueh mengumumkan perlawanan secara resmi dan terbuka kepada seluruh masyarakat Aceh, tetapi di masa GAM, ia lebih banyak diam.


Hubungan Daud Beureueh dan Hasan Tiro sebenarnya pernah memburuk. Dalam bukunya, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka, wartawan Neta S Pane menulis, saat pulang ke Aceh pada 1975, Daud Beureueh pernah memberikan uang sebesar Rp 12,5 juta kepada Tiro untuk membeli senjata. Singkat cerita, saat muncul lagi pada 1977, alangkah terkejutnya tokoh-tokoh GAM karena tak mendapatkan apa yang diharap. “Hasan Tiro hanya membawa tiga pucuk pistol jenis colt dan dua pucuk senjata double loop. Beberapa tokoh GAM mengejeknya bahwa senjata itu hanya cukup untuk membunuh babi hutan,” tulis Neta yang kini mengelola Lembaga Pengamat Polri (Gamatpol).


Meski demikian, Daud Beureueh tak pernah marah kepada Hasan Tiro. Dukungan Daud Beureueh kepada GAM juga dibenarkan Zakaria, seorang tokoh GAM yang tinggal di Thailand. Menurutnya, saat Hasan Tiro melakukan pendidikan politik di hutan, beberapa kali Daud Beuerueh mengirimkan bantuan kepada mereka. “Saya sering sekali disuruh Daud Beureueh menyampaikan bantuan itu,” akunya.


Bantuan tak hanya berupa uang, tapi juga bahan makanan untuk Hasan Tiro dan pendukungnya. Dukungan Daud Beureueh kepada GAM pada masa itu diberikan karena Hasan Tiro bertekad mendirikan negara Islam di Aceh. Zakaria sendiri termasuk pendukung Hasan Tiro paling setia. Ketika operasi militer berlangsung pada 1983, ia berhasil melarikan diri ke Malaysia. Pertemuan terakhir acehkita dengan Zakaria berlangsung di Thailand, dua tahun lalu.


Dalam barisan GAM, Zakaria yang saat ini berusia sekitar 69 tahun, menjabat sebagai Menteri Pertahanan yang ditempatkan di Thailand. Dia orang penting yang berperan sebagai penyedia senjata untuk GAM. Senjata itu dibeli dari perbatasan Kamboja dan Vietnam, selanjutnya dikirim melalui pesisir pantai Malaysia menuju pantai Aceh Timur.


Zakaria mengisahkan, untuk menyampaikan bantuan dari Daud Beureueh kepada Hasan Tiro, ia harus berhati-hati. Soalnya, sejak 1977, setahun setelah kemerdekaan GAM diproklamasikan, pemerintah mulai mendatangkan pasukan ke Aceh.


Setelah Hasan Tiro kembali ke Amerika pada 1979, kekuatan GAM tak luntur. Semakin lama, pengikutnya kian banyak. Intelijen TNI sendiri disebut-sebut mengetahui kalau Daud Beureueh memberi dukungan moral kepada GAM. Untuk mencegah meluasnya pengaruh ulama itu, dalam sebuah operasi intelijen yang dipimpin Lettu Sjafrie Sjamsoeddin (sekarang Sekjen Departemen Pertahanan berpangkat Mayjen), pada 1 Mei 1978, Daud Beureueh dibawa secara paksa. Ia tak kuasa melawan karena sudah dibius. Daud Beuereueh dibawa ke Medan selanjutnya diterbangkan ke Jakarta untuk selanjutnya ditempatkan di sebuah rumah mewah di bilangan Tomang, Jakarta Barat, sebagai tahanan di sangkar emas.


Ini upaya mengungsikan Daud Beureueh kedua kalinya setelah pada 1971 ia ‘dipaksa’ keliling Eropa untuk mencegah pengaruhnya meluas di Aceh saat berlangsungnya pemilu. Daud Beureueh sendiri adalah pendukung PPP.


Saat Abu Beuereueh menetap di Jakarta, operasi penumpasan GAM dilakukan besar-besaran. Satu demi satu orang-orang dekat Hasan Tiro tewas. Sebut saja Dr Muchtar Hasbi, seorang intelektual muda Aceh, 35 tahun, yang tewas setelah disiksa. Mayatnya dikembalikan ke keluarganya dalam keadaan tanpa pakaian. Muchtar Hasbi adalah Perdana Menteri pertama GAM.




Dr Zubir Mahmud, 29 tahun, yang dalam kabinet GAM menduduki jabatan sebagai Menteri Sosial, juga tewas ditembak tak jauh dari rumahnya pada Mei 1980. Selain itu, Teungku Haji Ilyas Leube yang menggantikan posisi Muchtar sebagai Perdana Menteri, juga tewas di ujung peluru pada Juli 1982.


Para sejarawan Aceh menyebut, Daud Beureueh sebenarnya sangat kecewa dipindahkan ke Jakarta. Selain karena ruang gerak yang selalu diawasi, ia juga sedih karena dijauhkan dengan murid-muridnya. Ia menjadi terhalang menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Ia pun tak lagi bisa tampil sebagai imam masjid. Tapi ia sendiri tak kuasa melawan karena kesehatannya sudah menurun. Ia menetap di Jakarta bersama anak dan cucunya dengan fasilitas dari pemerintah.


Kegelisahan Teungku Daud itu dirasakan sahabat dan murid-muridnya. Beberapa orang yang penah dekat dengannya, antara lain Ali Hasjmy (saat itu sebagai Rektor IAIN Ar-Raniry setelah pensiun dari Gubernur Aceh) dan Teungku H Abdullah Ujongrimba (Ketua MUI Aceh), melobi Wakil Presiden Adam Malik agar memulangkan Daud Beureueh ke Aceh. Mereka menjamin, selama di Aceh, Daud Beureueh tak akan memberikan perlawanan kepada pemerintah, apalagi ikut mendukung GAM.


Harapan itu terkabul. Pada 1982 ulama simbol perlawanan itu kembali ke Bumi Seulanga. Malangnya, pada 1985, ia terjatuh dari tempat tidur sehingga engsel pinggulnya mengalami gangguan. Sejak itu ia tidak bisa berdiri. Tamu-tamu yang datang mengunjunginya tetap disambut secara terbuka. Legenda Aceh itu akhirnya meninggal dunia pada 10 Juni 1987.


Jasadnya dimakamkan di bawah pohon mangga di pekarangan Masjid Baitul A’la lil Mujahidin di Beureunen. Seluruh Aceh berduka. Sejak itu, tragedi demi tragedi berkali-kali singgah di bumi Serambi Mekkah. Dua tahun setelah kepergian sang tokoh, Tanah Rencong bersimbah darah dengan digelarnya Operasi Jaring Merah atau pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM).


Sepeninggal Daud Beureueh, Hasan Tiro pun menjadi simbol perlawanan baru, lengkap dengan segala kontroversinya.


5 Jasa Besar Aceh Kepada Indonesia yang Sepertinya Sudah Mulai Dilupakan


Ketika membahas tentang Aceh, maka pikiran kita sudah pasti akan tertuju kepada dua hal. Kalau tidak tsunami ya GAM. Aceh sama sekali tidak identik dengan hal-hal besar lain, termasuk peran pentingnya bagi Indonesia. Padahal, faktanya, tanpa Aceh, mungkin Indonesia tidak sama seperti sekarang. Entah masih dalam kungkungan penjajahan atau yang lebih buruk lagi

Tanpa diketahui banyak orang Indonesia, Aceh di masa lalu terus memberikan banyak sekali sumbangsihnya. Apa yang mereka lakukan benar-benar berpengaruh bagi bangsa. Sehingga sama seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, tanpa Aceh Indonesia mungkin masih terlunta-lunta dalam keterpurukan. 
Kita tidak boleh lupa akan sejarah, tidak juga sombong dengan tidak mengakui peran saudara senegara lain yang memang sangat nyata. Jadi, hal-hal besar apa saja yang sudah dilakukan oleh rakyat Aceh terhadap negara ini?

1. Aceh Jadi Donatur Indonesia di Masa Perjuangan

Mungkin tidak banyak yang tahu kalau sebenarnya ketika Belanda dan Jepang menjajah Indonesia, Aceh selalu dalam kondisi merdeka. Ya, rakyat Aceh berjuang gigih sehingga penjajahan tidak sampai kepada tanah mereka. Alhasil, orang-orang Aceh makmur secara ekonomi karena tidak terjerat sistem kolonial. Sebenarnya mereka bisa memilih untuk tidak peduli. Namun, terlahir di tanah Indonesia, orang-orang Aceh merasa punya kewajiban moral untuk membantu saudara sebangsa.
Tokoh-tokoh penting Aceh yang selalu ringan tangannya membantu perjuangan Indonesia [Image Source]
Tokoh-tokoh penting Aceh yang selalu ringan tangannya membantu perjuangan Indonesia [Image Source]
Akhirnya mengalirlah bantuan-bantuan dana dari orang-orang Aceh kepada Indonesia. Bantuan ini pun dipakai untuk operasional pemerintah Indonesia. Salah satunya untuk membiayai H. Agus Salim agar bisa mengikuti Konferensi Asia di New Delhi. Tanpa bantuan ini, perjuangan Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan makin susah.

2. Rakyat Aceh Patungan Lalu Belikan Indonesia Pesawat

Secara teori Indonesia memang kaya, tapi di masa perjuangan mengelola sumber daya alam nyaris jadi hal yang tidak mungkin dilakukan. Selain terkendala modal, alat dan lain sebagainya, fokusnya saat itu adalah berjuang. Lalu, ke mana Indonesia mencari bantuan yang bisa instan dan langsung? Ya, Aceh.
Pesawat perjuangan ini adalah hasil patungan orang-orang Aceh [Image Source]
Pesawat perjuangan ini adalah hasil patungan orang-orang Aceh [Image Source]
Aceh seakan menjadi donatur tetapnya Indonesia. Ketika bangsa ini butuh dibantu, mereka siap. Faktanya, mayoritas sumbangan dana yang diberikan oleh Aceh kepada Indonesia berasal dari patungan rakyat. Seperti ketika Indonesia butuh pesawat, orang-orang Aceh mengumpulkan emas-emas mereka lalu mendatangkan sebuah pesawat untuk diberikan kepada bangsa ini. Ada dua pesawat yang berhasil dibeli dari dana patungan tersebut, dan pesawat ini perannya amat vital bagi perjuangan
Indonesia.

3. Aceh Juga Menyumbang Kapal Laut

Alutsista Indonesia di masa perjuangan sangatlah miris. Jangankan produksi, dulu para leluhur hanya memunguti dan juga membeli. Walaupun membeli bukanlah pilihan mudah mengingat ekonomi Indonesia tidak bagus. Lagi-lagi Aceh memberikan bantuan untuk Indonesia. Kali ini berupa kapal laut dengan kode PPB 58 LB.
Aceh juga menyumbang sebuah kapal yang peranannya sangat vital bagi perjuangan bangsa ini [Image Source]
Aceh juga menyumbang sebuah kapal yang peranannya sangat vital bagi perjuangan bangsa ini [Image Source]
Kapal ini pun pengaruhnya sangat besar bagi bangsa. Dulu, ia dikemudikan oleh seorang Laksamana Muda bernama John Lie. Di tangannya, kapal ini berguna banyak, terutama perannya dalam mendistribusikan senjata-senjata. Seandainya Aceh pelit dan berbuah tidak adanya kapal ini, maka perjuangan Indonesia akan berlipat-lipat susahnya.

4. Peran Penting Radio Rimba Raya

Dulu, media untuk menyebarkan semangat perjuangan sangat terbatas. Lewat tulisan-tulisan juga sama sekali susah lantaran distribusinya pasti diawasi penjajah serta tulisannya akan banyak diplintir. Radio jadi satu-satunya alat orang-orang dulu untuk saling berbagai kabar perjuangan.
Monumen Radio Rimba Jaya yang kiprahnya begitu penting [Image Source]
Monumen Radio Rimba Jaya yang kiprahnya begitu penting [Image Source]
Meskipun demikian, tak banyak radio yang berdiri dan kemudian melakukan siaran berharga itu. Hanya beberapa gelintir saja termasuk salah satunya adalah Radio Rimba Raya yang ada di Aceh Tengah. Peran radio ini benar-benar vital. Para penyiarnya selalu tak henti-hentinya memberikan informasi penting tentang perjuangan bangsa. Misalnya dengan menegaskan bahwa Indonesia tetap berdiri ketika radio Belanda tak bosan-bosannya mengingatkan dunia jika mereka sudah menghapuskan bangsa ini.

5. Menyumbang Emas Monas Sebagai Lambang Kedigjayaan Bangsa

Terletak di ibu kota dengan bangunannya yang hebat, monas adalah representasi perjuangan bangsa. Ditambah lagi dengan emas seberat 38 kilogram di bagian teratas monumen yang makin membuat bangsa ini bisa membusungkan dada sebagai negara berdaulat yang tidak bisa diganggu gugat. Tahu kah siapa yang menyumbang emas ini? Ya, ia adalah seorang pria asal Aceh.
Teuku Markam, pria inilah yang menyumbang 28 dari 38 kilogram emas Monas [Image Source]
Teuku Markam, pria inilah yang menyumbang 28 dari 38 kilogram emas Monas [Image Source]
Bernama Teuku Markam, pria ini menyumbang 28 kilogram dari 38 kilogram emas di ujung monas. Kalau dikonversi menjadi uang saat ini dengan harga emas per-gram Rp 500 ribu, maka Teuku Markam mengeluarkan sekitar Rp 14 triliun. Benar-benar jumlah yang tidak main-main. Sayangnya, jasa Markam sudah jarang diingat lagi hari ini. Pantaslah kalau Aceh dilabeli sebagai daerah istimewa. Pasalnya, apa yang dilakukan penduduknya benar-benar besar perannya bagi eksistensi Indonesia. Seandainya dulu ceritanya orang Aceh tak peduli dengan Indonesia, mungkin negara ini akan mengalami perjuangan yang lebih berat lagi. Atas apa yang sudah dilakukan mereka di masa lalu, sepertinya kita harus mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.(Sumber: boombastis.com)

Wednesday, 13 April 2016

Penyakit Ini Mengubahnya Menjadi Gajah. Keluarganya Pun Membuangnya.



Berlangganan Viddsee
 
Elefante-ss1-krk
Sungguh malang nasib Manuel. Ia tak punya teman, karirnya mandek di posisi yang sama selama 25 tahun...bahkan keluarganya pun menjauhinya.
Yang paling parah adalah ketika ia divonis mengidap sebuah penyakit aneh. Penyakit ini akan mengubahnya menjadi seekor gajah!
Ia pikir, dengan mengidap penyakit ini akan membawanya ke kondisi yang lebih baik. Setidaknya, keluarganya akan kembali mendekatinya.
Apa yang ia harapkan jauh dari kenyataan. Ia diusir dari rumah oleh sang istri, kehilangan pekerjaan, dan semua yang pernah ia miliki.
Elefante-ss6-krk
Padahal, satu-satunya yang ia inginkan hanyalah perhatian dan kasih sayang. Sebagai manusia, ia tak mendapatkannya dari keluarga. Kini sebagai gajah, hanya ada seseorang yang selalu menyayanginya, apa adanya.

Sunday, 10 April 2016

Di Pidie, Ayah Tiri dan Empat Pemuda Gilir Gadis Ingusan




Seorang ayah tiri bangkotan, Sun (52) dan empat orang pria belia, Yus (16), Iq (17), Ir (17) dan Fah (22), dicokok jajaran Polres Pidie, dalam dua hari terakhir. Kelima orang, tiga orang di bawah umur itu menggilir gadis ingusan sebut saja Bunga (16), hingga gadis itu berbadan dua.


Ulah itu terungkap setelah perangkat gampong menginterogasi Bunga dan gadis itu pun membeberkan kasus amoral yang menimpa dirinya. Dengan lugas Bunga menyebut para kucing garong di dalam gampong yang ikut mencicipi dirinya. Salah satu yang disebut Bunga adalah lelaki durjana Sun yang tak lain ayah tirinya.

Warga yang emosi dengan perilaku para pecundang seks itu, akhirnya membabakbelurkan Sun dan Fah, karena dinilai telah dewasa, terlebih Sun yang seharusnya melindungi Bunga yang notabene anak tirinya.
Kapolres Pidie, AKBP Muhajir SIK MH melalui Kasatreskrim, AKP P Harahap SH, Sabtu 9 April 2016 mengatakan, berdasarkan pengakuan korban, pelaku pertama adalah remaja Yus yang ‘melayari’ Bunga di rumah nenek korban.

Meski korban pandai menutupi, tapi belakangan kondisi perut Bunga mulai membuncit sehingga sang ibu menearuh rasa curiga. Lalu bungapun diboyong ke Bidan Gampong setempat dan terungkaplah jika gadis belia itu berbadan dua.

Karena tak tahan dengan kondisi demikian, ibu Bunga melapor ke perangkat gampong. Lalu, perangkat gampong melakukan persidangan kilat hingga terungkaplah aksi gerombolan penjahat seks itu. Warga yang marah menghajar Sun dan Fah dua diantara lima orang yang disebutkan oleh Bunga. “Semua pelaku, telah ditahan sejak hari ini, setelah sebelumnya dua hari lalu mencuat ke permukaan,” tukasnya.

Hanya Setahun, Jumlah Pasukan ISIS Libya Bertambah 2 Kali Lipat





Kepala pasukan Amerika Serikat (AS) di Afrika memperingatkan, jumlah anggota kelompok Negara Islam Irak Suriah (ISIS) di Libya telah bertambah dua kali lipat menjadi hingga 6.000 personel. Jumlah itu didapat dalam kurun waktu setahun.

Jumlah anggota ISIS di Libya diperkirakan bertambah hingga dua kali lipat dibanding tahun lalu. Negara itu kini juga telah menjadi "surganya" militan karena kekacauan politik yang masih terjadi.

Menurut David Rodriguez, dikutip CNN, Jumat (8/4), komandan Komando Amerika Serikat di Afrika, intelijen AS memperkirakan jumlah anggota ISIS di Libya saat ini antara 4.000 sampai 6.000, meningkat dua kali lipat dibanding penilaian 12 hingga 18 bulan lalu.

Sejak runtuhnya pemerintahan Moammad Gaddafi tahun 2011, Libya dilanda kekacauan politik dan menjadikan negara itu sebagai sarang militan.

Sejak tahun 2014, Libya terbagi menjadi dua pemerintahan, di Tripoli dan di bagian timur negara itu. Desember lalu, tercipta pemerintahan nasional yang diharapkan mampu menyatukan negara itu dalam melawan ISIS dan menciptakan kestabilan di Libya.

Rodriguez mengatakan, beberapa kelompok militan bebas keluar masuk Libya, sebagian datang dari Afrika utara. Dia juga mengatakan, beberapa kelompok militan di yang telah ada Libya juga mulai berbaiat kepada ISIS.

Desember lalu dalam serangan jet F-15 AS, pemimpin ISIS di timur Libya, Abu Nabil, tewas terbunuh. Dalam penyerbuan Maret lalu di kota Sabratha, tujuh orang terduga anggota ISIS tewas.

"Kami terus mengincar target yang merupakan ancaman bagi kepentingan dan personel Amerika Serikat di Libya," kata Rodriguez.

Menurut Rodriguez hal ini terjadi karena dalam pasukan ISIS tidak ada warga asli Libya yang tahu banyak tentang negara itu. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di Irak dan Suriah. Terlebih, orang Libya tidak suka dengan pengaruh eksternal.

Rodriguez juga mengungkapkan, ISIS tengah berjuang untuk memperluas daerah kekuasaannya. Mereka saat ini telah menguasai Sirte dan terlibat bentrok dengan sejumlah milisi Libya yang mencegah pertumbuhan ISIS di negara itu.

"Di timur, di Benghazi dan Derna, mereka telah berjuang melawan ISIS dan membuat kelompok itu kesulitan untuk beroperasi," tukas Rodriguez


Sunday, 3 April 2016

Kisah Muhammad Al Fatih Sang penakluk Konstatinopel




Ini adalah sebuah Kisah Teladan sari seorang raja besar yaitu pemimpin dari sebaik-baiknya pemimpin yaitu Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk Kota Konstantinopel saat berusia 21 tahun.
"Siapakah yang tidak kenal dia?"
Ataukah saat ini lebih cocok bertanya "Siapakah yang kenal dia?"
Ironisnya, mungkin saat ini hanya satu dari sekian orang yang mengenal beliau dibanding Harry Potter, Justin Bieber, atau Personel SUJU.
Simak yuk kisah teladan Muhammad Al-Fatih dan sejarah kota Istanbul yang indah...
InsyaAllah Anda tidak akan kecewa membaca kisahnya, memberi inspirasi untuk meneladaninya.
Tersebut Dalam Hadits Rasulullah SAW:
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (H.R Ahmad bin Hanbal Al Musnad 4/335)
Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: Meḥmed-i sānī, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih, "sang Penakluk", dalam bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki, lahir pada 30 Maret 1432 dan wafat pada 3 Mei 1481, merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Dari sudut pandang Islam, ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).
Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq.
Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan salat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan salat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan salat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.
Muhammad Al-Fatih: The Conqueror
Kota Istanbul memang unik, penuh dengan sejarah yang besar dan menentukan arah peradaban. Tokohnya adalah Muhammad II atau lebih dikenal sebagai Sultan Muhammad Al-Fatih.
Menerima Jabatan Khalifah Sejak Belia
Usia beliau masih sangat muda, boleh dibilang masih kanak-kanak tatkala ayahandanya, Sultan Murad II, pensiun dini dari mengurus khilafah. Sang Ayah berniat untuk beruzlah di tempat yang sepi dari keramaian politik. Roda kepemimpinan diserahkan kepada puteranya, Muhammad, yang sebenarnya saat itu masih belum cukup umur.
Namun kebeliaannya tidak membuat prestasinya berkurang. Justru sejarah mencatat bahwa di masa kepemimpinan beliau, silsilah khilafah Bani Utsmani mencapai kejayaan terbesarnya, yaitu menaklukkan benua Eropa sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya oleh Rasulullah SAW.
Kecakapan Muhammad cukup masuk akal, mengingat sejak kecil beliau telah mendapatkan berbagai macam pembinaan diri dan pendalaman ilmu-ilmu agama. Sang Ayah memang secara khusus meminta kepada para ulama untuk mendidiknya, karena nantinya akan menjadi khalifah tertinggi. Mulai dari bahasa Arab, tafsir, hadits, fiqih sampai ke ilmu sistem pengaturan negara, telah beliau lahap sejak usia diri. Bahkan termasuk ilmu strategi perang dan militer adalah makanan sehari-hari.
Siapa Yang Jadi Khalifah?
Sultan Murad II berhenti dari jabatannya di tengah begitu banyak problem, baik internal maupun eksternal. Sementara khilafah sedang menghadapi serangan bertubi-tubi dari tentara kerajaan Romawi Timur.
Sebagai khalifah yang masih sangat belia, Muhammad Al-Fatih kemudian berinisiatif untuk mengirim utusan kepada ayahandanya dengan membawa pesan. Isinya cukup unik untuk mengajak sang ayahanda tidak berdiam diri menghadapi masalah negara.
“Siapakah yang saat ini menjadi khalifah: saya atau ayah? Kalau saya yang menjadi khalifah, maka sebagai khalifah, saya perintahkan ayahanda untuk datang kemari ikut membela negara. Tapi kalau ayahanda yang menjadi khalifah, maka seharusnya seorang khalifah berada di tengah rakyatnya dalam situasi seperti ini”
Menembus Eropa
Setiap pahlawan Islam selalu bercita-cita untuk menjadi orang yang dimaksud Rasulullah SAW dalam haditsnya sebagai panglima yang terbaik dan tentaranya tentara yang terbaik dan membebaskan Konstantinopel agar terbebas dari kekuasaan Romawi.
Sudah sejak Rasulullah SAW masih hidup, beliau sudah berupaya menjadikan penguasa di Konstatinopel menjadi muslim. Selembar surat ajakan masuk Islam dari nabi SAW telah diterima Kaisar Heraklius di kota ini.
Dari Muhammad utusan Allah kepada Heraklius raja Romawi.
Bismillahirrahmanirrahim, salamun ‘ala manittaba’al-huda, Amma ba’du,
Sesungguhnya Aku mengajak anda untuk memeluk agama Islam. Masuk Islam lah Anda akan selamat dan Allah akan memberikan Anda dua pahala. Tapi kalau Anda menolak, Anda harus menanggung dosa orang-orang Aritsiyyin.”
Dikabarkan bahwa saat menerima surat ajakan masuk Islam itu, Kaisar Heraklius cukup menghormati dan membalas dengan mengirim hadiah penghormatan. Namun dia mengakui bahwa dirinya belum siap untuk memeluk Islam.
Di masa shahabat, tepatnya di masa pemerintahan khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu, Khalid bin Walid dikirim sebagai panglima perang menghadapi pasukan Romawi. Khalid memang mampu membebaskan sebagian wilayah Romawi dan menguasai Damaskus serta Palestina (Al-Quds). Tapi tetap saja ibukota Romawi Timur saat itu, Konstantinopel, masih belum tersentuh.
Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, pahlawan yang merebut Al-Quds sekalipun, ternyata masih belum mampu membebaskan Konstantinopel. Padahal beliau pernah mengalahkan serangan tentara gabungan dari Eropa pimpinan Richard The Lion Heart dalam perang Salib. Ternyata membebaskan kota warisan Kaisar Heraklius bukan perkara sederhana. Dibutuhkan kecerdasan, keuletan dan tentunya, kekuatan yang mumpuni untuk pekerjaan sebesar itu.

Dan ternyata Sultan Muhammad Al-Fatih orangnya. Beliau adalah sosok yang telah ditunggu umat Islam sepanjang sejarah menunggu-nunggu realisasi hadits syarif Muhammad SAW.
Tidak mudah memang untuk membebaskan Istanbul yang sebelumnya bernama Konstantinopel ini. Kotanya cukup unik, karena berada di dua benua, Asia dan Eropa. Di tengah kota ada selat Bosporus yang membentang, ditambah benteng-benteng yang cukup merata.
Tetapi Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah menyerah. Sejarah mencatat beliau telah memerintahkan para ahli dan insinyurnya untuk membuat sebuah senjata terdahsyat, yaitu sebuah meriam raksasa. Suaranya saja mampu menggetarkan nyali lawan dan berpeluru logam baja. Meriam ini mampu menembak dari jarak jauh serta meluluh-lantakkan benteng Bosporus.
Inilah barangkali meriam terbesar yang pernah dibuat manusia. Sebelumnya dari sejarah para penakluk, belum pernah ada tentara manapun yang punya meriam raksasa sebesar ini.
Dalam bahasa Turki, Muhammad sering disebut dengan Fatih Sultan Mehmet. Beliau lahir 30 Maret 1432 dan wafat 3 Mei 1481.
Pribadi Shalih
Dari sisi keshalihannya, Muhammad Al-Fatih disebutkan tidak pernah meninggalkan tahajud dan shalat rawatib sejak baligh hingga saat wafat. Dan kedekatannya kepada Allah SWT ditularkan kepada tentaranya. Tentara Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh. Dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajud sejak baligh.
Itulah barangkali kunci utama keberhasilan beliau dan tentaranya dalam menaklukkan kota yang dijanjikan nabi SAW. Rupanya kekuatan beliau bukan terletak pada kekuatan pisik, tapi dari sisi kedekatan kepada Allah, nyata bahwa beliau dan tentaranya sangat menjaga hubungan kedekatan, lewat shalat wajib, tahajjud dan sunnah rawatib lainnya.
Sang Penakluk atau Sang Pembebas?
Karena prestasinya menaklukkan Konstantinopel, Muhammad kemudian mendapat gelar “Al-Fatih”. Artinya sang pembebas. Barangkali karena para pelaku sejarah sebelumnya tidak pernah berhasil melakukannya, meski telah dijanjikan nabi SAW.
Namun orang barat menyebutkan The Conqueror, Sang Penakluk. Ada kesan bila menggunakan kata “Sang Penakluk” bahwa beliau seolah-olah penguasa yang keras dan kejam. Padahal gelar yang sebenarnya dalam bahasa arab adalah Al-Fatih. Berasal dari kata: fataha – yaftahu. Artinya membuka atau membebaskan. Kata ini terkesan lebih santun dan lebih beradab. Karena pada hakikatnya, yang beliau lakukan bukan sekedar penaklukan, melainkan pembebasan menuju kepada iman dan Islam.
Beliau merupakan seseorang yang sangat ahli dalam berperang dan pandai berkuda. Ada yang mengatakan bahwa sebagian hidupnya dihabiskan di atas kudanya.
Yang lebih menarik, meski beliau punya kedudukan tertinggi dalam struktur pemerintahan, namun karena keahlian beliau dalam ilmu strategi perang, hampir seluruh perjalanan jihad tentaranya ia pimpin secara langsung. Bahkan ia tetap berangkat berjihad kendati sedang menderita suatu penyakit.
Tata Negara dan Administrasi
Selain sebagai ahli perang dan punya peran besar dalam hal perluasan wilayah Islam, beliau juga ahli di bidang penataan negara, baik secara fisik maupun dalam birokrasi dan hukum. Kehebatan beliau dalam menata negerinya menjadi negeri yang sangat maju diakui oleh banyak ilmuwan. Bahkan secara serius belaiu banyak melakukan perbaikan dalam hal perekonomian, pendidikan dan lain-lain.
Dalam kepemimpinannya, Istambul dalam waktu singkat sudah menjadi pusat pemerintahan yang sangat indah dan maju di samping sebagai bandar ekonomi yang sukses.
Beliau juga dikenal sebagai pakar dalam bidang ketentaraan, sains, matematika. Beliau memenguasai 6 bahasa sejak berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat namun tawadhu’.
Mentarbiyah Tentara Satu hal yang jarang diingat orang adalah proses pembentukan pasukan yang sangat profesional. Pembibitan dilakukan sejak calon prajurit masih kecil. Ada team khusus yang disebarkan ke seluruh wilayah Turki dan sekitarnya seperti Balkan dan Eropa Timur untuk mencari anak-anak yang paling pandai IQ-nya, paling rajin ibadahnya dan paling kuat pisiknya. Lalu ditawarka kepada kedua orang tuanya sebuah kontrak jangka panjang untuk ikut dalam tarbiyah (pembinaan) sejak dini.
Bila kontrak ini ditandatangani dan anaknya memang berminat, maka seluruh kebutuhan hidupnya langsung ditanggung negara. Anak itu kemudian mulai mendapat bimbingan agama, ilmu pengetahuan dan militer sejak kecil. Mereka sejak awal sudah dipilih dan diseleksi serta dipersiapkan.
Maka tidak heran kalau tentara Muhammad Al-FAtih adalah tentara yang paling rajin shalat, bukan hanya 5 waktu, tetapi juga shalat-shalat sunnah. Sementara dari sisi kecerdasan, mereka memang sudah memilikinya sejak lahir, sehingga penambahan ilmu dan sains menjadi perkara mudah.
Konstantinopel Menjadi Istambul
Setelah ditaklukan nama Konstatinopel diubah menjadi Islambul yang berarti “Kota Islam”, tapi kemudian penyebutan ini bergeser menjadi Istambul seperti yang biasa kita dengar sekarang.
Sejak saat itu ibu kota khilafah Bani Utstmani beralih ke kota ini dan menjadi pusat peradaban Islam dan dunia selama beberapa abad. Sebab kota ini kemudian dibangun dengan segala bentuk keindahannya, percampuran antara seni Eropa Timur dan Arab.
Gereja dan tempat ibadah non muslim dibiarkan tetap berdiri, tidak diutak-atik sedikit pun. Sementara khalifah membangun gedung dengan arsitektur yang tidak kalah cantiknya dengan gedung-gedung sebelumnya. Sepintas kalau kita lihat gedung peninggalan peradaban masehi sama saja dengan bangunan masjid. Tetapi ternyata tetap ada perbedaan mendasar. Selain masalah salib yang menjadi ciri gereja, bangunan dari peradaban Islam punya dominasi lingkaran dan setengah lingkaran.
Seorang rekan dari Maghrib (Maroko) bercerita bahwa ada nilai falsafah di balik bentuk-bentuk lingkaran atau kubah yang kita lihat dari bentuk masjid, yaitu bahwa Islam itu masuk ke semua dimensi.
Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik strategi peperangannya yang dikatakan mendahului zamannya.


Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al-Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.

Menjelang Kiamat, Manusia Berzina di Jalanan

Menjelang Kiamat, Manu


TELAH banyak kita saksikan pada saat ini perzinaan merebak di mana-mana. Namun, menjelang hari kiamat, setelah manusia melewati zaman keemasan (dengan turunnya Nabi Isa AS dan dipimpinnya manusia oleh al-Mahdi), manusia akan hidup dalam kondisi yang seburuk-buruknya, layaknya binatang. Rasulullah SAW menceritakan tentang peristiwa itu sebagaimana yang diriwayatkan Abu Hurairah RA:

“Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, umat ini tidak akan punah, sampai ada laki-laki mendatangi perempuan, lalu menyetubuhinya di jalan. Lantas orang yang terbaik pada saat itu adalah yang mengatakan: ‘Alangkah baiknya jika kamu bersembunyi di balik tembok ini.” (H.R Abu Ya’la)

Inilah puncak kebejatan manusia dalam perzinaan yang akan terulang kembali di akhir zaman, pasca wafatnya Nabi Isa AS dan Imam Mahdi.

Manusia akan kembali ke zaman jahiliyah, bahkan lebih buruk lagi. Orang-orang yang tidak waras akan melakukan hubungan badan layaknya binatang secara terang-terangan, di jalanan, di jembatan, di tempat terbuka dan banyak ditonton orang.

Parahnya lagi, orang-orang terbaik saat itu tidak mampu berkomentar apa-apa saat menyaksikannya, selain menghimbau agar pelaku zina di tempat itu menyingkir dan melakukannya di di tempat yang agak tertutup. 

Bahkan, ada di antara orang terbaik saat itu yang melihatnya juga tertarik untuk melakukan perbuatan bejat tersebut, namun hati nuraninya meminta dirinya untuk melakukannya di tempat yang tersembunyi. Jika demikian adalah manusia terbaik saat itu, bagaimana dengan manusia bejatnya?

Rasulullah SAW bersabda : “Dan yang tersisa adalah seburuk-buruk manusia, mereka melakukan hubungan intim di dalamnya bagaikan keledai, maka pada merekalah kiamat akan terjadi.” (H.R Muslim)

Maka beruntung hari ini masih ada orang-orang waras dan sehat yang menolak dan mengutuk tindakan bejat dan kriminal tersebut. Wallahu’alam... 


Heboh. Mahar Kurang, Keluarga Kedua Mempelai Bentrok di Mesjid




 Dalam pernikahan, mahar atau mas kawin memang menjadi syarat sah dalam pernikahan. Akan tetapi tidak ada batasan besar nominal tertentu dari mas kawin, tergantung permintaan calon mempelai wanita dan itu pun sebaiknya jangan sampai memberatkan pihak pria.
Namun hal tersebut nampaknya dipandang berbeda bagi keluarga mempelai wanita yang akhirnya gagal melangsungkan pernikahan ini. Akibat tak terima uang mas kawin kurang, keluarga mempelai putri memaki-maki dan menghina mempelai pria sehingga berujung pada bentrokan antar keluarga kedua mempelai di dalam Masjid Jami Khadijah, Pantai Dalam, Kuala Lumpur.
Senin (28/3), media lokal Negeri Jiran, Kosmo mengungkapkan, kejadian bentrok di dalam masjid antar keluarga mempelai ini dipicu karena mempelai pria kurang membawakan jumlah uang mas kawin seperti yang diminta keluarga wanita.

Sebelumnya keluarga mempelai wanita meminta uang mas kawin sebanyak sekitar Rp 50 juta, sedangkan saat itu mempelai pria baru bisa membayar Rp 25 juta. Karena mempelai pria hanya bekerja sebagai petugas keamanan dengan gaji Rp 5 juta per bulan, akhirnya mempelai pria meminta untuk membayarnya dengan sistem cicil.
Namun ia meminta agar uang hantaran tersebut dibayar secara angsuran yaitu sebanyak Rp 33 juta sebelum pernikahan dan Rp 17 juta lainnya akan dibayar usai akad nikah. Namun saat di hendak melangsungkan akad, beberapa keluarga mempelai wanita tak setuju dengan jumlah mas kawin yang kurang tersebut hingga akhirnya terjadi percekcokan.
Tak ingin berlarut-larut, keluarga mempelai pun memilih untuk meninggalkan tempat akad sebelum akhirnya dipukul oleh beberapa keluarga mempelai wanita yang berujung bentrok di dalam masjid.
Nonton Videonya Disini : Inilah Video Kericuhan Keluarga Pengantin Akibat Mahar Kurang
“Tidak setuju dengan permintaan itu, pengantin pria bersama keluarganya memutuskan untuk meninggalkan acara akad nikah sebelum akhirnya mereka dipukul oleh salah seorang anggota keluarga pengantin wanita,” ujar salah seorang saksi mata yang tak ingin disebutkan namanya.
Suasana akad nikah pun berubah menjadi aksi memaki-maki dan perkelahian antara anggota keluarga kedua pengantin. Mempelai pria pun menyelamatkan diri saat kerusuhan itu terjadi.

Friday, 1 April 2016

Sepengal Kisah Buya Hamka dan Daud Beureueh di Aceh

Sepengal Kisah Buya

Buya Hamka - Abu Daud Beureu'eh

Penulis artikel ini (tidak menyebutkan namanya) adalah sekretaris Buya Hamka, yang menyertai kunjungan Buya ke Aceh untuk menemui Daud Beurueh (di Beureunuen), Sesuai amanat yang diberikan oleh Presiden. Penulis menceritakan apa-apa saja yang penulis dengar dan lihat selama pertemuan tersebut berlangsung.

Tahun 1968 sekitar bulan September, Menteri Sosial Mintaredja SH (alm), mengunjungi Buya Hamka menyampaikan pesan penting dari Presiden Soeharto. Hanya sepuluh menit, Mintaredja datang tergesa-gesa, meninggalkan Buya Hamka juga dengan langkah tergesa-gesa. Penulis yang lagi asik membaca koran, dipanggil oleh Buya dan diberitahu pesan presiden yang baru diterimanya itu.

Isi pesan itu ialah, Presiden Soeharto merasa amat terkesan pada Khutbah Idhul Fitri Buya Hamka di Komplek Istana Baitul Rahim, terutama pandangan Buya tentang Pancasila. 

Khutbah itu berjudul “Pancasila akan hampa tanpa Ketuhanan Yang Maha Esa...”, dimana Buya menguraikan makna sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang tak lain artinya adalah Tauhid, sama seperti isi risalah yang berjudul “Urat Tunggang Pancasila” yang ditulisnya sekitar tahun 50-an.

Pada bagian lain khutbah Buya yang menarik perhatian Pak Harto seperti yang disampaikan oleh Mintaredja ialah ketika membantah penggolongan Islam Abangan, dan Islam Putihan, semuanya itu adalah bikinan orang saja yang bertujuan hendak memecah umat Islam.

Presiden meminta Buya Hamka menyampaikan pandangan Buya tentang Pancasila itu pada Tengku Daud Beureueh, pemimpin dari Ulama Aceh yang terkenal. Untuk itu, sekiranya Buya tidak keberatan, Presiden meminta Buya menemui Tengku Daud Beureueh langsung dikediamannya di Aceh dalam waktu dekat.

Beberapa hari sesudah itu, Mintaredja berulangkali berkunjung ke kediaman Buya, melanjutkan pembicaraan, sampai saat keberangkatan beliau ke Aceh. Sebagai sekretaris, saya menyertai penerbangan dari Jakarta ke Banda Aceh, dan ke Beureunuen, desanya Tengku Daud Beureueh.

Dalam perjalanan itulah, saya mengetahui lebih jelas tentang misi Buya menemui Daud Beureueh itu. 

“Ini adalah tanggung jawab berat...”, ujar Buya. 

Dari Buya saya mendengar tentang kebesarannya Daud Beureueh sebagai pimpinan rakyat, dan hubungan beliau-beliau sejak lama.

Beratnya tugas itu, ialah karena pada waktu itu di Jakarta tersebar fitnah tentang terjadinya pengusiran orang Kristen di pulau Banyak wilayah Aceh, yang dihubung-hubungkan dengan nama Daud Beureueh, tokoh pemberontakan DI.

Presiden sendiri dalam waktu dekat akan berkunjung ke Aceh. Oleh sebab itu, segala isu yang mengurangi keberhasilan kunjungan Presiden itu agar dijauhkan.

Kami tiba di Aceh, dan disambut oleh Staf Gubernur Muzakir Walad, kemudian ditempatkan disebuah guest-house milik pemda. Keesokan harinya, sehabis subuh kami naik mobil juga milik pemda, menuju Beureunun yang jauhnya kira-kira setengah hari perjalanan dari Banda Aceh. 

Daud Beureuh menanti dipondoknya, yang terketak di depan mesjid yang belum selesai dibangun. Kedua orang itu berangkulan, karena sudah lama tak bertemu.

Setelah berbincang-bincang tentang kesehatan masing-masing. Buya memulai dengan menyampaikan pandangan Beliau tentang Pancasila dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, persis seperti isi buku beliau “Urat Tunggang Pancasila”, dan isi khutbah di Istana. 

“Betul, betul memang begitu” ujar Daud Beureueh yang memanggil Buya Hamka dengan sebutan “tuan”.

Kemudian ganti Daud Beureueh yang berbicara tentang Pancasila.

“Yang jadi masalah bagi saya ialah keadaan sehari-hari yang jauh berbeda dengan ucapan-ucapan para pemimpin”, tegas Abu Beureu'eh. 

“Kita percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tapi kita membiarkan berlakunya perbuatan-perbuatan syirik, memuja kubur, memuja api, bahkan ada pemimpin yang ikut melakukannya. Disebutnya juga perjudian yang semakin meluas. Bukankah itu namanya kita main-main dengan Ketuhanan Yang Maha Esa"...?, lugas Abu.

Menyinggung perikemanusiaan dan keadilan sosial, Tengku Daud menunjuk kenyataan-kenyataan yang jauh berbeda. 

Dengan wajah serius dan suara berat, Daud waktu itu berumur sekitar 70 tahun, kemudian menyatakan kekhawatirannya come back-nya PKI, yang sulit dihindarkan akibat kesenjangan-kesenjangan antara segelintir orang dengan mayoritas rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan.

“Tolonglah hal ini, tuan sampaikan kepada Presiden”, Pinta Daud. 

Buya Hamka menyatakan keyakinan beliau, Bahwa Presiden Soeharto seorang yang benar-benar anti-komunis. 

Sehubungan dengan itu, Buya Hamka menyatakan, “Ulama perlu bekerjasama dengan Pemerintah. Bila tidak, orang lain yang masuk...”. Ujar Buya. 

Pembicaraan pun sampai pada kemungkinan pihak ketiga yang selalu memfitnah mengadu domba umat Islam dengan pemerintah.

Penulis yang selama pembicaraan duduk menyandar di sudut ruangan, tidak mengingat lagi seluruh pembicaraan, yang masih tampak ialah pembicaraan itu berjalan lama, dan diselingi dengan makan siang dan shalat dzuhur.

Ketika sedang makan, penulis menanyakan tentang kasus “Pulau Banyak” pada Abu Daud, bagaimana keadaanya. 

“Jelas itu fitnah” jawab Daud Beureueh. 

Antara orang Aceh dan Nias yang beragama Kristen sejak dulu hidup rukun. Tapi kenapa sekarang tiba-tiba mereka menyerbu ke Pulau Banyak, mau mendirikan gereja dan menyiarkan agamanya di tengah-tengah orang Aceh. Daud menyebut nama beberapa media Kristen di Medan yang membesar-besarkan berita itu, seolah-olah rakyat Aceh anti-Pancasila dan akan memberontak melawan pemerintah orde baru.

“Fitnah itu ke itu saja diulang-ulang. dikiranya kita takut digertak...,” kata Abu lagi dengan suara yang serak dan berat. 

Pembicaraan pun beralih pada pekerjaan yang sedang dihadapi oleh Daud Deureueh saat itu, yang sedang membangun proyek irigasi guna mengairi ratusan hektar sawah rakyat. 

“Kecuali hari ini, berhubung karena kedatangan Tuan Hamka, biasa saya berada di Paya Rao...,” ceritanya. Setiap hari dia turut bergotong royong bersama rakyat di proyek itu. 

Sambil tertawa dia kemudian bertanya “Masih dituduh juga saya anti pembangunan?....” Pembicaraan yang tadinya berjalan serius kemudian, berakhir dengan suasana penuh gelak tawa. 

Beberapa orang pembantu Daud dan orang-orang Pemda yang mengiringi Buya Hamka dari Banda Aceh yang tadinya menunggu di luar, ketika waktu makan dan sholat dzuhur ikut bersama kami sampai pertemuan berakhir.

Para pejabat itu memberikan penjelasan tentang proyek irigasi yang sedang dibangun ayah Daud itu. Saya memperhatikan kulit muka dan tangan beliau yang berwarna hitam terkena sinar matahari. 

Beberapa waktu kemudian saya menyaksikan orang-orang datang bergantian, membawa bata atau apa saja untuk membangun mesjid -yang waktu itu belum ada dinding dan lantainya. Ada juga wanita-wanita membawa makanan untuk yang bekerja di mesjid itu. Jelaslah bagi saya kesibukan Daud Beureueh saat itu, membangun irigasi dan mesjid.

Buya Hamka memberi isarat dan mohon diri untuk kembali ke Banda Aceh. Sebelum berpisah, kedua orang itu kembali berangkulan seperti ketika datang tadi. 

“Insya Allah saya akan datang menjemput Presiden Soeharto, ke lapangan udara Blang Bintang, bila Beliau tiba di Aceh”, ujar Daud Beureueh.

Sekitar jam 9 atau jam 10 malam kami tiba di tempat penginapan. Keesokan harinya, Buya Hamka dijemput oleh Wakil Gubernur, memenuhi undangan makan siang di rumah Pak Gubernur. Janji Ayah Daud akan menjemput Presiden di Blang Bintang, rupanya telah lebih dahulu di dengar orang-orang Gubernur sebelum Buya datang, rupanya yang amat diharapkan.

Beberapa hari setelah kami tiba di Jakarta, dibeberapa koran terpampang foto Presiden Soeharto berjabat tangan dengan Daud Deureueh di lapangan udara ketika beliau berkunjung ke Aceh untuk pertama kalinya. 

Demikianlah pengalaman penulis mengikuti Buya Hamka bertemu dengan Ulama Besar, yang sebelumnya penulis kenal namanya di koran-koran. Sungguh suatu pengalaman yang tak terlupakan.

Setelah itu beberapa kali penulis baca tentang Daud Beureuh, misalnya tentang lawatan beliau ke luar negeri menjelang pemilu tahun 1971 atas biaya pemerintah. Kemenangan Parmusi tahun 1971 kemudian PPP dalam pemilu tangun 1977 dan sesudahnya, akibat sikap ayah Daud yang konsisten memihak partai Islam itu.

Sekitar tahun 78 Tengku Daud dibawa ke Jakarta untuk beberapa waktu, konon untuk menjauhkannya dari Gerakan Aceh Merdeka. Terakhir berita-berita tentang sikap beliau yang berubah memihak Golkar dalam usia menjelang 90 tahun pada pemilu baru lalu (1987-red).

Pada koran-koran yang terbit, dimuat foto beliau dalam keadaan berbaring dan tak berdaya, waktu itu konon ayah Daud menyatakan restunya agar Golkar menang di Aceh dengan kata-katanya “Get, get...”. 

Percaya atau tidak, konon berkat restu itu, pada pemilu 87 untuk pertama kalinya Golkar berhasil meraih kemenangan di daerah Istimewa Aceh.

Hari Rabu tanggal 10 Juni (1987) Tengku Daud Beureueh berpulang ke Rahmatullah di Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh, akibat mengidap penyakit komplikasi beberapa jenis penyakit lanjut usia : Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un.

Rakyat Aceh dan segenap kaum Muslimin Indonesia, berduka cita ditinggalkan seorang ulama dan pemimpin yang tiada gantinya. Nampaknya untuk kurun waktu yang akan datang, sangat sulit umat Islam mengharap hadirnya seorang Ulama yang memiliki wibawa yang begitu kuat, pendirian teguh dan keberanian seperti dimiliki Teungku Daud Beureueh tatkala semasa hidupnya.

Namun kita percaya, jejak yang ditinggalkanya tidak akan terhapus begitu saja oleh perkembangan Zaman. Jejak itu terbentang terus bagi generasi muda Aceh pewaris cita-cita beliau.


Kenapa Kabupaten Pidie Terkenal dengan Sebutan ‘Pidie Kriet’ (Pelit)



Ternyata sebutan “Pidie Kriet (pelit)” masih tertanam di hati anak-anak kabupaten lain yang berada di Aceh. Padahal Pidie kriet itu hanya kesalahpahaman bagi masyarakat dahulu terhadap masyarakat Kabupaten Pidie.
Di era modern ini, saya pun terkejut ketika ditanya berasal dari mana? Pidie saya jawab, waahhh…Pidie terkenal dengan pelitnya. Apakah sebutan Pidie Krietitu masih ditanamkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya secara turun temurun? tanpa ada penjelasan sedikit pun latar belakang sebutan Pidie Kriet.
Sikap demikian bisa dimasukkan kedalam pencemaran nama baik kabupaten. Mungkin bagi masyarakat kabupaten Pidie tidak akan menerima terhadap sebutan tersebut.

Pidie Kriet (Pelit)
Setelah saya telusuri lebih banyak kenapa dikatakan dengan sebutan Pidie Kriet. Pada jaman dahulu kabupaten Pidie mayoritas masyarakatnya sangat memuliakan para tamu, sehingga ketika para tamu datang berkunjung ke tempat saudaranya di Pidie, masyarakat Pidie melayaninya dengan sangat mulia seperti makanan dan minuman sangat dispecialkan. Bila tidak ada uang pun, mereka rela berhutang kesana kemari demi melayani tamunya.

Maka pada waktu itu, ditanyalah oleh seseorang yang berasal dari kabupaten yang lain. Kalau orang bertamu ke kabupaten Pidie, bagaimana cara melayaninya? yaa..”makanan dan minuman kami perkirakan”.

Ternyata kata-kata ini menimbulkan 2 penafsiran.
1. benar-benar pelit, sampai makanan dan minuman pun dihitung bagi para tamu yang datang ke rumah
2. benar-benar dimuliakan, sampai makanan enak-enak pun disediakan. Walaupun tidak ada uang, ngutang pun jadi, demi memuliakan para tamu yang datang ke rumahnya.

Uratan nomor 2 inilah yang dimaksudkan oleh orang Pidie, begitu dimuliakan para tamu yang datang kerumah.

Sedangkan orang kabupaten yang lain menafsirkan seperti yang nomor 1.
Mereka salah dalam menafsirkan makna dari kata-kata yang diungkapkan oleh orang Pidie. Kesalahpahaman tersebut dikarenakan mereka tidak bertanya maksud dari ungkapan tersebut. Sehingga dari generasi ke generasi masih tertanam di hati anak cucu mereka bahwa Pidie terkenal dengan sebutan “Pidie Kriet”

Merekam Jejak Keluarga Teuku Markam

Mereka


Nama Teuku Markam memang seperti lenyap dalam sejarah pembangunan Monas. Furqon menggeleng ketika mendengar nama Teuku Markam. Mahasiswa semester dua di Universitas Indraprasta, Jakarta, itu memicingkan mata, mempertanyakan kesahihan cerita, bahwa Teuku Markam itu saudagar kaya asal Aceh yang menyumbang 28 kilogram emas buat Monas.


”Soekarno saya tahu, kalau Markam, saya baru dengar,” kata dia seperti yang dilansir merdeka.com di museum diorama perjuangan kemerdekaan Monumen Nasional (Monas), pertengahan bulan lalu.


Annisa, pengunjung lainya berkata, sejak duduk di sekolah dasar hingga mahasiswa, belum pernah ada guru atau dosen bercerita tentang Markam. Bahkan Nursamin, bagian Informasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola Monas, pun mengaku tak tahu Markam adalah saudagar kaya penyumbang emas itu.


Menurut dia, ada banyak versi sejarah pembangunan monumen yang menjadi ikon Ibu Kota Jakarta ini. Setahu dia, dalam sejarah, nama Soekarno paling populer sebagai pemrakarsa pembangunan. Ide dasarnya dari Sarwoko Martokusumo. Ada pendapat berbeda, gagasan pembangunan Monas juga dari Soekarno.


”Tapi kalau nama Markam saya tidak tahu,” ujarnya.




Soekarno
Anhar Gonggong, sejarawan dari Universitas Indonesia, mengaku tidak tahu soal kebenaran bahwa Markam adalah saudagar kaya yang menyumbang emas buat Monas. Namun demikian, berdasar cerita sejarah, ia membenarkan jika Markam dekat dengan Soekarno.

Bersama dua saudagar kaya lain, Aslam dan Panggabean, mereka orang-orang kaya pada masa pemerintahan presiden pertama itu.


Tapi setelah Soekarno lengser dan pemerintahan berganti kepada rezim Soeharto, orang-orang kaya itu ada yang bertahan, ada juga yang namanya tenggelam. Markam, termasuk orang kaya yang disisihkan.

”Pada rezim Orde Baru, harta Markam dirampas oleh Soeharto.” tuturnya. Namun dia enggan bercerita penyebabnya.


”Jujur, saya kurang paham kalau soal Monas ini dan Markam ini.”


Yuke Ardiati, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya dan Tim Pemugaran Monumen, mengaku pernah membaca cerita tentang Markam yang menyumbang emas untuk Monas di Internet. Dia juga sempat mendengar dari beberapa orang. Namun hingga kini dia belum mendapatkan bukti-bukti yang membenarkan cerita itu. Belum ada saksi mata proses penyerahan emas dan bukti kuitansi.


”Andai benar, ada atau tidak saksi mata peleburan emas sampai proses pelapisan pada lidah api, jangan-jangan emasnya tidak dipakai?” ujarnya.


Merdeka.com yang menelusuri jejak keluarga Markam tidak mendapat banyak informasi. Dimulai dari rumah kediaman Teuku Syauki Markam, salah satu putra saudagar Aceh itu, di Jalan Bhakti Nomor 48, Kelurahan Cilandak Timur, Pasar Minggu. Rumah tembok itu berdiri di halaman bekas pabrik PT Markam Jaya. Indah Yuliarti, istri dari Syauki, menolak menjelaskan soal Markam dan Monas.


”Silakan tanya bapak saja, itu sejarah masa lalu. Saya tidak bisa, takut salah,” kata dia.


Dia lantas menunjukkan alamat kantor suaminya di kompleks rumah toko (ruko) PT Superindo, Jalan Hayam Wuruk nomor 103 H, Jakarta Pusat. Salah satu ruko tua; cat putihya memudar menjadi kekuning-kuningan, itu adalah kantor pemasaran tempat Syauki Markam bekerja selama satu dasawarsa. Ruang kantor yang disekat-sekat dengan triplek ini berada di lantai dua. Lantai dasar digunakan sebagai kantor notaris.


Sofa hitam khusus tamu dibiarkan berdebu. Menurut sekretarisnya, Mungkiatun, perusahaan Syauki bergerak pada bidang penyewaan gedung kantor dan gudang. Di situlah klien-klien bosnya datang. Sayang, Syauki tidak bisa ditemui. Mungki mengatakan, bosnya sedang pergi ke luar kota. Dia tidak bisa memastikan kapan si bos kembali.


“Kadang tidur di kantor, kadang tidur di hotel,” kata dia.


Mungki mengaku hafal betul perilaku bosnya yang tidak pernah bisa dihubungi itu. Dia lantas memberi dua nomor telepon. Benar saja, hingga berita ini diturunkan, beberapa kali nomor Syauki dihubungi tidak diangkat. Begitu juga pesan pendek minta wawancara tidak dibalas, dilansir merdeka.com.


”Bapak tidak pernah bisa dihubungi. Kalau ada yang penting, biasanya dia menelepon ke kantor,” kata Mungki.


Keluarga Markam


Siang itu matahari serasa sejengkal dari kepala ketika seekor kerbau betina mengaso di samping pintu belakang rumah Teuku Syauki Markam. Kerbau itu milik Syauki, salah satu anak dari saudagar kaya asal Aceh, Teuku Markam, yang konon termasuk orang terkaya di Indonesia pada era Soekarno.

Dari luar, sepintas rumah Syauki seperti tanpa penghuni. Lengang. Pintu depan dan belakang rumah tembok bercat putih yang sebagian warnanya berubah kecoklatan itu terkunci.


Bau tengik dari kubangan lumpur bercampur tahi kerbau yang jaraknya kira-kira sedepa dari sekat tembok belakang rumah Syauki menyengat hidung. Setelah beberapa kali merdeka.com mengetuk pintu belakang rumah, Indah Yuliarti, istri Syauki, akhirnya membuka pintu. Tapi saat ditanya soal sejarah keluarga Markam, dia menolak bicara.



”Silakan tanya bapak saja,” kata dia saat ditemui di rumahnya itu, Jalan Bhakti nomor 48, Kelurahan Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, bulan lalu.


Besoknya, tempat kerbau itu berubah menjadi tempat parkir mobil Volvo hitam buatan Swedia. Menurut Anton, warga sekitar, mobil itu biasa dikendarai Syauki. Namun saat pintu rumah diketuk, justru Putri, anak ketiga Syauki, yang muncul. Putri mengatakan bapaknya tidak ada di rumah. Saat merdeka.com bertanya soal sejarah Markam, dia memberi penuturan mirip ibunya.


”Silakan tanya bapak saja. Nanti saya salah bicara, bapak bisa marah-marah.”


Tapi dari Putri ada sedikit cerita. Menurut dia, sudah belasan tahun keluarga Markam berpencar ke mana-mana, ada yang tinggal di Aceh, beberapa lagi di Jakarta. Kakeknya, Markam, memang memiliki lebih dari dua istri. Syauki adalah anak dari salah satu istri tua Markam. Menurut perempuan dengan kawat gigi itu, bapaknya memiliki empat saudara kandung.


”Tapi rumah mereka di mana saya tidak tahu, mereka seperti trauma, susah diajak bicara,” ujarnya.


Syauki tidak berhasil ditemui di rumah dan kantornya, komplek rumah toko (ruko) Superindo, di Jalan Hayam Wuruk nomor 103H, Jakarta Pusat. Mungkiatun, pegawai kantor, mengatakan bosnya sedang ke luar kota.


Ketika dua nomor telepon milik Syauki dihubungi, tidak ada jawaban. Menurut Mungki hal itu sudah biasa. Syauki, dia menambahkan, selama ini tidak pernah mau mengangkat telepon dari siapapun, kecuali keluarga dan kantor.





Begitu juga dengan kiriman pesan pendek permintaan wawancara, Syauki tetap tidak membalas. Tapi Mungki sempat bercerita ihwal perjuangan keluarga Markam merebut harta keluarga. Syauki, kata dia, sempat dua kali masuk penjara lantaran sengketa kepemilikan lahan dan perusahaan. Pertama, dia ditahan lantaran terbelit kasus jual beli lahan.


”Yang kedua dia dipenjara lagi karena membacok kepala seorang preman gara-gara sengketa lahan,” tuturnya.


Hal itu dibenarkan Ambarwati, pegawai lain. Dia menyarankan, kalau menemui Syauki hendaknya malam hari, atau lebih dulu membuat janji. Kalau tidak begitu, bosnya sangat sulit ditemui.


Mungkiatun kemudian menghubungkan merdeka.com dengan Cut Martaleta, adik tiri Syauki, yang kebetulan menginap di sebuah wisma tepat di depan kantor. Martaleta adalah anak Markam dari istri yang lain. Namun ketika ditemui, Martaleta juga menolak wawancara.


”Maaf tidak bisa, saya sedang sakit," kata dia.


Akhirnya, melalui pertanyaan singkat lewat pesan pendek, Martaleta bersedia menjawab. Isinya begini:


saya minta disediakan uang Rp 30 juta karena saya jujur dengan Anda, keadaan saya sangat-sangat di bawah standar. Saya minta uang ditransfer di muka, setelah itu kita adakan pertemuan di rumah kakak saya, yang juga ahli waris Haji Teuku Markam.




Illustrasi

Jejak kejayaan Markam memang masih ada. Rumah Syauki di Jalan Bhakti, Cilandak Timur, itu misalnya, berdiri di pojok halaman depan gudang PT Markam Jaya, sebuah perusahaan kontraktor milik Markam pada era Presiden Soekarno.


Konon, Teuku Markam merupakan salah satu saudagar Aceh yang sukses di masanya. Dia sempat membangun infrastruktur di Aceh, termasuk jalan Medan-Banda Aceh, Bireuen-Takengon, Meulaboh, dan Tapaktuan.


Markam juga disebut-sebut memiliki sejumlah dok kapal di Jakarta, Makassar, Medan, dan Palembang. Dia tercatat sebagai eksportir pertama mobil Toyota Hardtop dari Jepang. Usaha lain adalah mengimpor pelat baja, besi beton sampai senjata untuk militer. Orang kaya ini juga disebut-sebut menyumbangkan 28 kilogram emasnya buat pembangunan tugu Monas.


Peran Markam mulai hancur dan runtuh ketika kekuasaan Soeharto semakin besar. Ia pernah ditahan delapan tahun dengan tuduhan terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Harta kekayaannya dirampas. Dia mencoba bangkit setelah keluar dari penjara, tapi tidak bertahan lama. Pengambilalihan harta Markam ini dibenarkan oleh sejarawan Anhar Gonggong.


”Salah satunya Bank Duta milik Soeharto dulu kemungkinan adalah asetnya Markam.”



Foto Direktur RSIA & Dokter Piket Bertuliskan " Manusia Berhati Iblis " Hebohkan Netizen


Kasus meninggalnya anak dan ibu saat bersalin dan tak ada pelayanan dari dokter di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh, semakin heboh, bahkan netizen menyabarkan foto-foto direktur RS dengan editan klaim pembunuh.
Seperti dikutip di jejaring sosial facebook netizen menuliskan,

Saya tidak mengenal Almarhumah Suryani Bin Abdul Wahab, begitu juga dengan suaminya Muslem, warga Desa Lambatee, Kecamatan Darul Kamal, Aceh Besar. Suyani beserta bayinya meninggal dunia usai melahirkan anak ketiganya. Namun ketika saya membaca di media massa kisah pilu seorang ibu yang sedang berjuang antara hidup dan mati dalam proses kelahiran anaknya. Ironisnya pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh seperti tidak punya hati, mareka tega menelantarkan Suryani hingga 15 jam.
Karena Suryani terus merintih kesakitan, pihak keluarga menanyakan keberadaan dokter dan meminta agar Suryani dirujuk ke rumah sakit lain jika tidak ada dokter spesialis kandungan, Pihak RSIA bukannya merasa iba, tetapi Satpam RSIA mengusir keluarga almarhumah Suryani. Tidak terasa bulir air mata menetes di pipi saya. Sebagai seorang ayah, saya pernah melihat langsung bagaimana istri saya merintih kesakitan saat mencoba melahirkan normal anak kami yang pertama selama tiga jam di rumah, walaupun pada akhirnya kami membawa ke RS dan langsung dilakukan operasi caesar, Alhamdulillah ibu dan anak selamat walaupun kepala putri kami sedikit boyok saat baru lahir.
Saya tidak habis pikir di mana hati nurani pihak RSIA. Dokter Piket pada hari naas tersebut yaitu dr. Ulfah Wijaya Kesumah Sp. OG mengaku kurang sehat makanya tidak bisa hadir. Tapi saat itu dia mengaku terus menginstruksikan bidan untuk mengawasi kemajuan persalinan pasien. Kalau dia benar ada memantau kondisi almarhum Suryani via telpon, kenapa dia tidak langsung memutuskan untuk merujuk ke RS lain, kenapa dia tega membiarkan kondisi Suryani menahan kesakitan dari pukul 06.00 sampai pukul 21.00. Ketika dirujuk ke RSUZA, dokter langsung melakukan operasi ceasar, bayi sudah meninggal dalam kandungan dan rahim Suryani sudah hancur sehingga harus diangkat. Tidak lama kemudian suryani-pun menghembus nafas terakhir di RSUZA. Moga saja Almarhumah Suryani mendapat pahala syahid.
Sampai saat ini saya masih bertanya dalam hati bagaimana SOP RSIA Banda Aceh, mareka benar-benar tidak manusiawi, mareka berhati iblis tega menelantarkan pasien yang berujung kepada kematian, yang lebih memuakkan lagi sampai saat ini tidak ada permintaan maaf secara resmi pihak RSIA kepada keluarga Almarhum, walaupun permintaan maaf tidak dapat mengembalikan nyawa Suryani dan malaikat kecilnya. Saya menulis status ini dengan penuh emosi, seandainya saya jumpa langsung dengan kedua iblis diatas, rasanya belum puas hati saya jika belum meninju di muka kedua dokter tersebut.