Friday, 30 December 2016

Amalan Istimewa di Hari Jumat


Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Dalam tulisan kali kami akan memberikan pembahasan mengenai amalan-amalan istimewa di hari Jum’at yang penuh berkah yang bisa dimanfaatkan oleh setiap muslim sebagai tabungan pahala baginya di hari kiamat yang hanya bermanfaat amalan.
Pertama: Terlarang mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat dan siang harinya dengan berpuasa
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat tertentu dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa kecuali jika berpapasan dengan puasa yang mesti dikerjakan ketika itu.”[1]
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini menunjukkan dalil yang tegas dari pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah dan yang sependapat dengan mereka mengenai dimakruhkannya mengerjakan puasa secara bersendirian pada hari Jum’at. Hal ini dikecualikan jika puasa tersebut adalah puasa yang berpapasan dengan kebiasaannya (seperti berpapasan dengan puasa Daud, puasa Arofah atau puasa sunnah lainnya, pen), ia berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya, berpapasan dengan puasa nadzarnya seperti ia bernadzar meminta kesembuhan dari penyakitnya. Maka pengecualian puasa ini tidak mengapa jika bertepatan dengan hari Jum’at dengan alasan hadits ini.”[2]
Kedua: Ketika shalat Shubuh di hari Jum’at dianjurkan membaca Surat As Sajdah dan Surat Al Insan
Sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Hurairah, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقْرَأُ فِى الصُّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِ (الم تَنْزِيلُ) فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى وَفِى الثَّانِيَةِ ( هَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا)
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alam Tanzil …” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam yakun syai-am madzkuro” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.”[3]
Catatan: Maksud membaca surat As Sajdah adalah membaca suratnya bukan memaksudkan untuk mengkhususkan ketika itu dengan surat yang ada ayat sajdahnya sebagaimana hal ini disalahpahami oleh sebagian orang. Sehingga tidak perlu mencari surat-surat lain yang terdapat ayat sajdah dan dibaca ketika Shalat Shubuh pada hari Jum’at. Ini sungguh salah dalam memahami hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cukup perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berikut sebagai nasehat,
اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.”[4]
Ketiga: Memperbanyak shalawat Nabi di hari Jum’at
Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.”[5]
Keempat: Dianjurkan membaca Surat Al Kahfi
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن من قرأ سورة الكهف يوم الجمعة أضاء له من النور ما بين الجمعتين
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di antara dua jum’at”[6]. Dalam lafazh lainnya dikatakan,
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ.
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan mendapat cahaya antara dirinya dan rumah yang mulia (Mekkah).”[7]
Juga dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من قرأ سورة الكهف كما أنزلت ، كانت له نورا يوم القيامة من مقامه إلى مكة ، ومن قرأ عشر آيات من آخرها ثم خرج الدجال لم يسلط عليه ، ومن توضأ ثم قال : سبحانك اللهم وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك كتب في رق ، ثم طبع بطابع فلم يكسر إلى يوم القيامة
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi sebagaimana diturunkan, maka ia akan mendapatkan cahaya dari tempat ia berdiri hingga Mekkah. Barangsiapa membaca 10 akhir ayatnya, kemudian keluar Dajjal, maka ia tidak akan dikuasai. Barangsiapa yang berwudhu, lalu ia ucapkan: Subhanakallahumma wa bi hamdika laa ilaha illa anta, astagh-firuka wa atuubu ilaik (Maha suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku senantiasa memohon ampun dan bertaubat pada-Mu), maka akan dicatat baginya dikertas dan dicetak sehingga tidak akan luntur hingga hari kiamat.”[8]
Dari hadits-hadits di atas menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al Kahfi, bisa dilakukan pada malam Jum’at atau siang hari di hari Jum’at.
Kelima: Memperbanyak do’a di hari Jum’at
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan mengenai hari Jum’at lalu ia bersabda,
فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut.[9]
Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.
Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:
هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة
“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai”[10]. Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.
Pendapat kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:
يوم الجمعة ثنتا عشرة يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر
“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar”[11]. Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pendapat ini yang lebih masyhur dikalangan para ulama.
Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.
Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan”.
Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum’at tidak pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil Barr.[12]
Semoga bermanfaat.

Thursday, 29 December 2016

SOAL UJIAN SEMESTER I BAHASA INGGRIS KELAS V


PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG BENAR, A, B, C, DAN D.
1.           Ricky is … in the sea. He takes some fishs
a. fishing
b. sailing
c. surfing
d. swimming
2.           When do Indonesia citizen celebrate their Independence Day?
a. 25th December
b. 1st October
c. 28th October
d. 17th August
3.           What is the third month of the year?
a. January
b. February
c. March
d. April
4.           Twenty four
a. 24
b. 30
c. 42
d. 52

5.           Where do you keep your clothes? In the ….
a. desk
b. shelf
c. case
d. wardrobe
6.           X: Do you have a pen?
Y: Yes, I …
a. do
b. am
c. did
d. have
7.           I see a … at the zoo
a. Clock
b. Elephant
c. Table
d. Roasters
8.           My mother is … she is at home all day.
a. teacher
b. secretary
c. house wife
d. nurse

9.           The day after Friday is …
a. Wednesday
b. Thursday
c. Monday
d. Saturday
10.        , may I clean my hands.
a. look at
b. good
c. excuse me
d. yes. It is

JAWABLAH PERTANYAAN DIBAWAH INI DENGAN BENAR

1.  ARTIKAN

A. STAND UP
B. RUN
C. SIT DOWN
D. GOOD NIGHT
E. JUMP

2. EXCUSE …… ARE …… SETA?

3. CLASS IS OVER. NURUL AND HER FRIENDS ARE READY TO GO ? …..

4. WHAT IS “MEJA” IN ENGLISH ?

5. HOW OLD ARE YOU ?




GOOD LUCK



Contoh Soal Ujian Bahasa Inggris SD

I  Pilihlah salah satu jawaban yang benar, A.B.C atau D
Number 1-5
On Sunday Ani doesn’t go to school. She goes to market with her mother. She wants to buy some vegetables such as cabbage, carrot and potatoes. Then she goes to the fishmonger to buy some goldfish and cuttlefish. In the market is very crowded.
1. The appropriate tittle for the text above is ……..
A. Going to the market
B. Going to the hospital
C. Going to the zoo
D. Going to the restaurant
2. …….. and …….. go to market
A. Ani and her sister
B. Ani and her brother
C. Ani and her mother
D. Ani and her father
3. She buys some …….. and …….. at the fishmonger.
A. Goldfish and crab
B. Goldfish and cuttlefish
C. goldfish and potatoes
D. carrot and goldfish
4. Anis goes to market on ……..
A. Sunday       B. Monday      C. Saturday     D. Tuesday
5. The situation in the market is very ……..
A. silenty         B. noisy           C. happily        D. crowded

6. Ade : Where are you sleeping?
Andri : I sleep in the ……..
A. Living room
B. Bathroom
C. Bedroom
D. Kitchen
7. I want to take a bath, I need a …….. to wash my body.
A. Soap           B. Toothpaste              C. Detergent               D. Shampoo
8.She wants to make a line. She needs a ……..
A. Eraser         B. Ruler           C. Blackboard             D. Vase

9. Student : “I am …….. sir, I come late.”
Teacher : “That’s ok, please sit down.”
A. Good          B. Fine                        C. Sorry           D. Thank you

10. Nita : ” …….. you close the door?”
Ari : “Oh sure. I’ll close it.”Nita : “Thank you.”
Ari : “You’re welcome.”
A. May            B. Can             C. Please         D. Let’s
11. Mr. Hasan is my aunt’s husband, he is my ……..
A. uncle
B. grandfather
C. mother
D. grandmother

12. Mr. Tono : Excuse me, Sir, where do you live?
Mr. Yamin : I live …….. Bandung

A. At               B. On              C. In                D. With

13. Waiter : “Hello, good afternoon, may I help you?”
Customer : “Good afternoon. Yes, I want to order some food.”
Waiter : “What do you want to order, Sir?”
Customer : “I want a plate of fried rice and fried chicken.”
Waiter : “Wait minute, Sir.”
Customer : “Sure.”
The conversation above take place in the ……..
A. Hospital      B. Restaurant              C. Market        D. Zoo

14. Want – see – I – to – movie – film – the – a – in.
The right arrangement is ……..
A. I want to see a film in the movie
B. I see want a film in the movie
C. I want to see movie in a film
D. I want a film to see in the movie

15. Anita has …….. She often goes to the closet. She need an oralite.
A. headache                B. thyphoid                 C. TBC            D. stomachache



II  Essay

1.      Arrange this words into correct sentence
a.       Music  –  mona’s – is – favourite - country
b.      Sport - ? – is – your – what - favourite
c.       Library - the student – the – to – go
   
2.      Go to the door and ….. …It! It is very hot here
3.      He want to go to the train station to take a bus, True or false…?
4.      Close the door, the room is dark, true or false….?
5.      Artikan
a.       Magazine               b.  cooking      c.  sit down, please      d. cupboard     d. breakfast


# GOOD LUCK #


Wednesday, 21 December 2016

Uang Baru Rupiah Bikin Malaysia Geger


Dream - Penerbitan uang baru rupiah membuat Malaysia ikut bergejolak. Negara serumpun tersebut langsung dilanda kabar bohong yang beredar di sosial media setempat.

Mengutip laman themalayonline, Selasa, 20 Desember 2016, warga Malaysia dihebohkan dengan pesan berantai yang beredar melalui Whatsapp. Isi pesannya menyebutkan akan ada penarikan uang dengan pecahan 1, 5, 50, dan 100 Ringgit Malaysia.
Lima pecahan uang tersebut dihapus seiring Bank sentral Malaysia, Bank Negara Malaysia (BNM), yang akan menerbitkan uang baru pada tahun 2017.
Rupaya kabar tersebut sampai ke telinga BNM. Bank sentral Malaysia pun mengeluarkan penyataan resmi yang membatah rumor tersebut.
" Bank Negara Malaysia memastikan jika berita tersebut tak benar," katanya.
BNM juga menegaskan lima pecahan uang yang dikabarkan akan dicabut juga masih tetap berlaku dan masih akan terus diedarkan.

Wednesday, 26 October 2016

Cara berbakti kepada orang tua setelah mereka tiada


Bagaimana cara berbakti pada orang tua ketika mereka telah meninggal dunia atau tiada?

Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata,

بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِىَ مِنْ بِرِّ أَبَوَىَّ شَىْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ « نَعَمِ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا ».

“Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu Majah no. 3664. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, juga disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Dalam hadits yang lain, kita dapat melihat bagaimana bentuk berbakti pada orang tua yang telah meninggal dunia lewat berbuat baik pada keluarga dari teman dekat orang tua.

Ibnu Dinar meriwayatkan, ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata bahwa ada seorang lelaki Badui bertemu dengan Ibnu Umar di tengah perjalanan menuju Makkah. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Umar memberi salam dan mengajaknya untuk naik ke atas keledainya serta memberikan sorban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu Umar, “Semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui dan sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.” ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Sesungguhnya ayah Badui tersebut adalah kenalan baik (ayahku) Umar bin Al-Khattab. Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya.” (HR. Muslim no. 2552)

Dalam riwayat yang lain, Ibnu Dinar bercerita tentang Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Apabila Ibnu ‘Umar pergi ke Makkah, beliau selalu membawa keledai sebagai ganti unta apabila ia merasa jemu, dan ia memakai sorban di kepalanya. Pada suatu hari, ketika ia pergi ke Makkah dengan keledainya, tiba-tiba seorang Arab Badui lewat, lalu Ibnu Umar bertanya kepada orang tersebut, “Apakah engkau adalah putra dari si fulan?” Ia menjawab, “Betul sekali.” Kemudian Ibnu Umar memberikan keledai itu kepadanya dan berkata, “Naiklah di atas keledai ini.” Ia juga memberikan sorbannya (imamahnya) seraya berkata, “Pakailah sorban ini di kepalamu.”

Salah seorang teman Ibnu Umar berkata kepadanya, “Semoga Allah memberikan ampunan kepadamu yang telah memberikan orang Badui ini seekor keledai yang biasa kau gunakan untuk bepergian dan sorban yang biasa engkau pakai di kepalamu.” Ibnu Umar berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّىَ

“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya setelah meninggal dunia.” Sesungguhnya ayah orang ini adalah sahabat baik (ayahku) Umar (bin Al-Khattab).

Bisa jadi pula bentuk berbuat baik pada orang tua adalah dengan bersedekah atas nama orang tua yang telah meninggal dunia.

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ – رضى الله عنه – تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya ibu dari Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia. Sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sisinya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari no. 2756)

Sedekah untuk mayit akan bermanfaat baginya berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin. Lihat Majmu’ Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 24: 314.

Ada enam hal yang bisa kita simpulkan bagaimana bentuk berbakti dengan orang tua ketika mereka berdua atau salah satunya telah meninggal dunia:

1. Mendo’akan kedua orang tua.
2. Banyak meminta ampunan pada Allah untuk kedua orang tua.
3. Memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia.
4. Menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga dekat keduanya yang tidak pernah terjalin.
5. Memuliakan teman dekat keduanya.
6. Bersedekah atas nama orang tua yang telah tiada.

Semoga bisa diamalkan. Selama masih hidup, itulah kesempatan kita terbaik untuk berbakti pada orang tua. Karena berbakti pada keduanya adalah jalan termudah untuk masuk surga.

Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ

“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi no. 1900, Ibnu Majah no. 3663 dan Ahmad 6: 445. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Al-Qadhi Baidhawi mengatakan, “Bakti pada orang tua adalah pintu terbaik dan paling tinggi untuk masuk surga. Maksudnya, sarana terbaik untuk masuk surga dan yang mengantarkan pada derajat tertinggi di surga adalah lewat mentaati orang tua dan berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan, ‘Di surga ada banyak pintu. Yang paling nyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk bisa masuk surga melalui pintu tersebut adalah melakukan kewajiban kepada orang tua.’ (Tuhfah Al-Ahwadzi, 6: 8-9).

Thursday, 13 October 2016

Iskandar Muda, Antara Dikenang dan Dilupa

Iskandar Muda, Antara Dikenang dan Dilupa



Sultan Iskandar Muda

Ini Aceh! Kita yang punya tanah, tempat pemandian keringat dan darah, dibangun bukan dengan sumpah serapah, janji yang diucap mudah, asal ikar di ujung lidah. Iskandar Muda bukan sultan penjual sumpah, walau pernah digelar negatif dalam lembar sejarah.


Oleh Herman .RN (*


MASIH ingatkah Tuan, 418 tahun silam, seorang bayi mungil mengawali matahari suatu pagi di pesisir Serambi, kelak ia menjadi raja bijak bestari, dikenali sampai ke ujung segala nagari, termahsyur baik budi, tersebut adil bestari, mengukir beragam reputasi. Sejarahnya tak basah diterpa hujan, tak lekang di sengat matahari, aromanya kuasa mewangi sepanjang malam hingga batang hari, seterang bulan dan mata hari.


Masih ingatkah Tuan, perkara raja diraja kuasa, yang muncul ke dunia pada 1593, Johan Perkasa Alam awal mula namanya, setelah berkuasa ia digelar Sultan Iskandar Muda, Masgul bansigom donya, ditakuti oleh musuhnya, disegani oleh rekannya, dijunjung oleh kaumnya. Namun, itu semua di masa silam, masa orang-orang paham antara benar dan kebenaran, antara yang dibenarkan dan pembenaran, antara yang pantas dan dipantaskan jadi junjungan.


Sekarang? Berapa banyak orang-orang yang mengaku mencintai dia, yang hidup dan lahir sepanjang Aceh hingga Melaka, mengenang atau mengingat Iskandar Muda dalam hatinya? Seberapa banyak orang yang mengaku lahir di Tanoh Pusaka, menyimpan Iskandar Muda dalam jiwanya? Pantaskah Tuan-Puan, mengaku Aceh bahkan lebih Aceh dari yang seharusnya pewaris tahta keturunan si raja? Padahal, untuk menyebut namanya saja, lidah Tuan mulai alpa, untuk membaca sejarahnya saja, mata seakan buta.


Masih tersimpankah pada ingatan Tuan, 29 tahun ia jadi sultan, sejak 1607 sampai 1636. Sungguh, bukan pakaian sutra yang ia idamkan, walau singgasana dipenuhi intan berlian. Sungguh bukan pujian Tuan yang ia impikan, walaupun ia memang pantas mendapat pujian. Namun, bukalah mata dan pikiran, agar tahu benar cara dan beda antara pempimpin dan pimpinan. Sungguhlah beda saat ia jadi sultan, dengan berjuta sosok pimpinan yang telah menggantikan. Sepanjang sejarah zaman, mulai kerajaan bentuk pemerintahan hingga masuk republik Aceh rupawan, takkan sanggup ada ganti dan tandingan, Iskandar Muda yang adil lagi dermawan.


Masih ingatkah Tuan, cara ia menghadapi lawan, tak kenal lelah, pun tak pernah menyerah. Sekali surut bukan berarti kalah, luka parut demi tanah tumpah darah. Portugis, Belanda, Inggris pun menyerah, Aceh pewaris Melaka dikenal berjazirah. Namun, seberapakah orang-orang kini, kaum ibu dan kaum ayah, yang menyimpan itu sejarah sebagai sebuah kenyataan ilmiah agar tak sampai punah karena beragam polah pengarang luar yang menulis Aceh ke dalam dongeng dengan merekayasa kisah.


Ini Aceh! Kita yang punya tanah, tempat pemandian keringat dan darah, dibangun bukan dengan sumpah serapah, janji yang diucap mudah, asal ikar di ujung lidah. Iskandar Muda bukan sultan penjual sumpah, walau pernah digelar negatif dalam lembar sejarah. Itulah bukti fitrah, ia sebagai khalifah yang bijak bertutur lidah, pun pernah khilap dalam bertingkah. Namun, ia punya kemauan untuk berubah sehingga lebih dikenal baiknya tinimbang yang salah, sehingga patut jadi contoh pemimpin sepanjang langit dan bumi belum terbelah. Janganlah berbangga pada pemimpin penjual sumpah, tapi banggalah dengan sultan yang sudah jadi sejarah.


Mari kita bertanya, seberapa banyak generasi pemula yang menulis sejarah kampungnya sehingga dapat meneruskan kisah pada regenerasi berikutnya sebelum usia mereka dilahap api pada ujung galah. Mari mengingat, berapa lembar buku yang sudah ditulis oleh para muda regenerasi, tentang raja bijak bestari, kecuali selalu berlindung pada ciptaan barat punya alibi. Seberapa banyak sudah mereka yang mengaku profesor, doktor, cendikia, cerdik pandai, dan akademisi, dengan gelar guru besar serta mengaku pakar, mengaku ahli? Sudahkah dalam catatan tesis mereka atau disertasi termaktub nama sultan yang sungguh layak dipuji? Sudahkah mereka mencatat gelar Iskandar Muda di hati? Ah… mungkin pujian itu mesti, tapi bukan untuk orang kita yang mengaku ahli dan peneliti, melainkan bagi Abdul Ghafar Snouck si Teungku Putih. Kalaupun belakangan ada lembaran kisah tentang si raja Iskandar Muda, itu dinukil oleh Dennys Lombard dan Antony Reid dari Eropa. Di mana sejarawan kita? Kemana penulis kita?


Mungkinkah sejarah kampung ini harus berterima kasih pada Soeharto dengan Orba yang ia miliki? Barangkali buruk cara orang tua itu membalas budi, tapi sempat gelar pahlawan pada Iskandar Muda ia beri. Lantas, bagaimana dengan Aceh punya generasi? Ketakziman pada raja tidak lagi berperi, mulai luntur seiring kering embun diterpa mentari, sejalan pergantian tahun dalam hitungan hari-hari, sehingga gemilang masa silam perlahan dibantah dalam kelakar dan senda gurau di ujung gigi, dengan hanya mengingat dan menyebut bagian yang salah pada sultan punya diri. Jangankan menjadikannya sejarah zaman atau mengingat tanggal kelahiran, tahun mangkat si sultan saja sedikit sekali yang mengenangnya sebagai hari bakti, petanda regenerasi mulai lupa pada sejarah budi.


Tahukah Tuan, hari ini, 27 Desember 2011, adalah bilangan 375 tahun air pemandian mesti dibilas, hari mesti mengulang kembalinya ruh ke pengadilan arasy, dan harusnya malam ini menjadi malam khaul budi itu dibalas. Siapa yang pernah menghitung matahari dan bulan sejak mangkatnya sultan di 1636? Pernah Tuan dan Puan mengingat sebuah keniscayaan dan kemestian bahwa ini malam ada keharusan air sembilan, ada doa pada nisan, ada guntingan pada kain kafan, ada ritual tanda duka mendalam? Oh… inilah duka itu, duka sejarah pada usia zaman, tentang raja adil yang mulai dilupakan, tentang hari bangkitnya perekonomian, tentang masa jayanya Johan Perkasa Alam, yang kini hanya tingal kenangan.

Sungguh, ia diingat sekadar nostalgia kebanggaan, sembari dada dibusungkan, mengumbar rekayasa di lisan, tapi tak seorang pun mau dan kuasa mencengah sejarah yang diubah jadi dongeng oleh beberapa yang berbisa lidah.


Malam ini adalah malam sejarah ingatan. Malam kemestian gemilang Iskandar Muda dibangkitkan. Sejarah zaman harus diluruskan. Jangan biarkan diutak-atik oleh para lamit punya kerjaan. Kita punya tanah bertuan, kitalah yang mencatatnya di lembar zaman. Aceh ini punya kita, bukan milik mereka, yang mengaku sedang berkuasa! Kitalah yang membentuk sejarah kita, sejarah adilnya para raja. Bukan mereka, yang mengaku punya kuasa dan senang berkuasa!!
Asyhaduanlaa ilaa hailla anta, wa astaghfiruka wa atubu ilaika…




Thursday, 6 October 2016

MISTERI HAMZAH FANSURI

Hamzah Fansuri, Jasadnya Satu... Maka 


Sudah empat abad lalu dia pergi, tapi namanya masih tetap harum hingga kini. Selain disebut sebagai penyair pertama Indonesia oleh A. Teeuw, Hamzah Fansuri juga meninggalkan ajaran sufisme yang tersebar ke berbagai daerah. Lantaran ajaran sufismenya yang berkiblat ke tarekat wahdatul wujud itulah, perjalanan hidup Hamzah juga cukup berliku. Maka seperti kisah hidupnya yang 'kontroversial', kematiannya pun dibumbui kontroversi yang tak kalah serunya.


Itulah sebabnya, jika ditanya di manakah gerangan makam Hamzah Fansuri, maka ada beberapa pendapat yang menyertainya. Yang pertama akan berkata, makamnya terletak di Desa Oboh, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam, sekitar 14 kilometer dari Kota Subulussalam, Aceh Selatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sidikalang, Sumatera Utara, atau sekitar tujuh jam perjalanan darat dari Medan.


Makam satunya lagi berada di Desa Ujung Pancu, Kecamatan Pekan Bada, Kabupaten Aceh Besar. Namun menurut cerita yang diturunkan dari generasi ke generasi, Syaikh Hamzah Al Fansuri pernah tinggal di kedua tempat itu dan meninggalnya pun di klaim berada di kedua tempat itu pula. Makam lainnya, konon berada di Langkawi, Malaysia. Pendapat terakhir mengatakan, makam Hamzah Fansuri berada di Makkah.


Namun, dari berbagai pendapat mengenai letak makam sang Syekh yang mashur itu, konon yang patut dipercaya adalah yang berada di Desa Oboh yang juga terkenal dengan sebutan makam Mbah Oboh. Karena, meski sama-sama tak memiliki bukti kuat berupa catatan sejarah, namun dari kisah 'orang-orang dulu', makam di Desa Oboh kiranya yang lebih diakui oleh pemerintah, dengan bukti pemberian anugerah kebudayaan.


Penyair dan ahli tasawuf Aceh abad ke 17 tersebut, Selasa (13/8/2013) lalu mendapat anugerah Bintang Budaya Parama Dharma, yang diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara penganugerahan Bintang Maha Putera, dan Tanda Jasa di Istana Negara.


Selain itu, menurut juru kunci sebelumnya, Abdullah (66), nenek moyangnya yang dulu juga juru kunci di makam tersebut tidak banyak mengetahui perihal riwayat Mbah Oboh. Selain dikenal sebagai ahli fikih dan suluk dari Barus dan pernah bekerja di Istana Kerajaan Aceh, Abdullah dan warga sekitar makam hanya mengetahui satu kisah legenda tentang Mbah Oboh.


”Mengapa memilih dikubur di sini, karena saat beliau menanam padi sekaleng, panennya pun sekaleng. Saat di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), menanam padi sekaleng, panennya ratusan kaleng. Beliau berkesimpulan, di sinilah tanah kejujuran,” kata dia.


Makamnya di Desa Oboh hanya berbentuk gundukan tanah bertabur kerikil dan dikungkung kain putih yang sebagian terlihat kusam karena terkena tanah liat. Kain putih itu dipadu kain hijau berisi kaligrafi tulisan asma Allah. Gundukan tanah tadi adalah makam Syekh Hamzah
Fansuri, salah satu ulama legendaris Aceh.


Makam itu terawat rapi dalam bangunan kecil. Sebuah sungai mengalir tak jauh dari sisi kiri makam. Di tempat itu, tak hanya Syekh Hamzah Fansuri yang dimakamkan. Di sekitarnya ada tiga makam lagi, yakni sahabat dan mertua Fansuri. Suasana tenang terasa di tempat ini. Sesekali angin menyeruak dari sela barisan pohon sawit di sekeliling makam.


"Saya nggak tahu kalau makam Syekh Hamzah Fansuri juga ada di sini. Soalnya waktu ke Langkawi, Malaysia, di sana juga ada," ujar Wakil


Gubernur Aceh Muzakir Manaf saat berdiri di samping makam, beberapa waktu lalu.


***


Hamzah nin asalnya Fansury
Mendapat wujud di tanah Shahrnawi
Beroleh khilafat ilmu yang ‘ali
Dari abad ‘Abd al-Qadir Jilani


Hamzah di negeri Melayu
Tempatnya kapur di dalam kayu
Asalnya manikam tiadakan layu
Dengan ilmu dunia di manakan payu


Hamzah Fansury di dalam Mekkah
Mencapai Tuhan di Baitul Ka’bah
Dari Barus terlayu payah
Akhirnya dijumpa di dalam rumah


Hamzah miskin orang uryani
Seperti Ismail menjadi Qurbani
Bukan Ajami lagi Arabi
Senantiasa wasil dengan yang baqi


Inilah syair yang menjadi petunjuk tentang sosok Hamzah Fansuri. Bait-bait syair di atas menjelaskan siapa dan dari mana Hamzah Fansuri berasal. Pada bait pertama nampak nyata, Hamzah berasal dari sekitar Aceh, yang terdapat padanya Fansur (Aceh Selatan), Tanah Shahrnawi (Perlak), negeri Melayu (Pasai-Malaka), Barus (Sumatra Utara).


Ia yang hidup dan berpengaruh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), merupakan tokoh utama yang mengangkat bahasa Melayu dari bahasa lingua-fransca, menjadi bahasa ilmu dan sastra. Peneliti dari Malaysia, Prof Dr. Naguib Alatas dalam bukunya “The Mysticcism of Hamzah Fansuri” menyebut Hamzah Fansyuri sebagai Pujangga Melayu terbesar dalam abad XVII, penyair Sufi yang tidak ada taranya pada zaman itu.


Karya-karya Hamzah Fansyuri antara lain “Syair Perahu, Syair Burung Pingai” dan lain-lain. “Syair Perahu” berisi petuah tetang kehidupan agar tetap memelihara amal kebaikan.


Dalam buku "Hamzah Fansuri Penyair Aceh", Prof. A. Hasymi menyebut Hamzah Fansuri hidup sampai akhir pemerintahan Sultan Iskandar Muda.


Tetapi, pada tulisan lainnya dalam Ruba’i Hamzah Fansuri disebutkan, “Hanya yang sudah pasti, bahwa beliau hidup dalam masa pemerintahan Sultan Alaidin Riayat Syah IV Saiyidil Mukammil (997-1011 H-1589-1604 M) sampai ke permulaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda Darma Wangsa Mahkota Alam (1016-1045 H-1607-1636 M).”


Kapan Syeikh Hamzah Fansuri lahir secara tepat belum dapat dipastikan. Adapun tempat kelahirannya di Barus atau Fansur sebagaimana ditulis oleh Prof. A. Hasymi, Fansur itu satu kampung yang terletak antara Kota Singkil dengan Gosong Telaga (Aceh Selatan).


Dalam zaman Kerajaan Aceh Darussalam, kampung Fansur itu terkenal sebagai pusat pendidikan Islam di bagian Aceh Selatan. Pendapat lain menyebut beliau dilahirkan di Syahrun Nawi atau Ayuthia di Siam dan berhijrah serta menetap di Barus.


Karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri baik yang berbentuk syair maupun berbentuk prosa banyak menarik perhatian para sarjana, termasuk Prof. Syed Muhammad Naquib yang menulis desertasinya tentang tokoh sufi ini dengan judul "The Misticim of Hamzah Fansuri", 1966 dan diterbitkan Universitas of Malaya Press 1970.


Ada juga Prof. A. Teeuw juga r.O Winstedt yang menyebut Syeikh Hamzah Fansuri mempunyai semangat yang luar biasa yang tidak terdapat pada orang lain. Bahkan, J. Doorenbos dan Syed Muhammad Naquib al-Attas mempelajari biografi Syeikh Hamzah Fansuri secara mendalam
untuk mendapatkan Ph.D masing-masing di Universitas Leiden dan Universitas London.


***


Konon, Hamzah Fansuri jualah yang menjadi salah satu musabab yang membawa nama Aceh menjadi Serambi Mekah. Hamzah Fansuri As-Singkili tercatat dalam lintasan sejarah peradaban Aceh. Dia merupakan salah seorang sufi sekaligus sastrawan terkemuka yang tiada taranya dalam menulis karya-karya monumental kesusasteraan Melayu. Buku-bukunya sering disebut dalam manuskrip kuno “Sejarah Melayu” seperti “Durrul Manzum” (Benang Mutiara) dan “Al-Saiful Qati” (Pedang Tajam).


Dengan syair-syairnya yang berunsur sufistik telah memberi pengaruh luar biasa bagi cendekiawan Melayu untuk membina dan mengembangkan bahasa Melayu menjadi bahasa seni budaya, bahasa ilmu pengetahuan, bahkan bahasa antarabangsa dunia Timur.


Syair-syair Hamzah Fansuri merupakan karangan mistik Islam. Tulisannya menguraikan tasawuf klasik secara eksplisit dan signifikan, dikemas dalam bahasa Melayu seperti “Asrarul Arifin Fi Bayani Ilmis Suluk wat-Tauhid”, "Syaraabul Asyiqin”, dan “Al-Muntahi”.


Betapa banyak pembendaharaan kosa kata Melayu yang dibuatnya, selain melakukan pembaharuan di bidang logika dan mantik yang bertalian dengan pemikiran dalam masalah bahasa.


Keberhasilan Hamzah Fansuri dengan syair-syairnya yang bernuansa agama tak terlepas dari latar belakangnya sebagai seorang sufi yang telah mengelana mencari ma’rifat hingga ke Kudus, Banten, Siam, Semenanjung Melayu, India, Persia, dan Tanah Arab. Berbagai buku tasawuf dari sufi-sufi terkemuka dengan mudah ia kuasai karena kemahirannya dalam berbahasa Melayu, Urdu, Persia, dan Arab.


Dan tak sedikit pula sajak-sajak para sufi terkemuka Persia seperti Ibnu Arabi, Al-Hallaj, Jalaluddin Rumi, Al-Bustami, Maghribi, Nikmatullah, Abdullah Talil, Abdul Qadir Jailani, Iraqi, Sa’di, dan lain-lain itu ia kutip dalam bahasa aslinya, lalu ia bubuhi syarah/­terjemahannya dalam bahasa Melayu. Namun kapasitas syair-syair yang dihasilkannya menunjukkan bahwa dirinya sangat terpengaruh dan terilhami oleh Ibnu Arabi, tokoh aliran wujudiyyah.


Kedudukan Hamzah Fansuri begitu penting, karena dia lah penyair pertama yang menulis bentuk syair dalam bahasa Melayu empat abad silam. Sumbangan besarnya bagi bahasa Melayu adalah asas awal yang dipancangkannya­ terhadap peranan bahasa Melayu sebagai bahasa keempat di dunia Islam sesudah bahasa Arab, Persia, dan Turki Utsmani.


Hamzah Fansuri banyak mendapat asupan ilmu di Zawiyah/Dayah Blang Pria Samudera/Pasai, Pusat Pendidikan Tinggi Islam yang dipimpin oleh Ulama Besar dari Persia, Syekh Al-Fansuri, nenek moyangnya Hamzah. Kemudian Hamzah Fansuri mendirikan Pusat Pendidikan Islam di pantai Barat Tanah Aceh, yaitu Dayah Oboh di Simpang kiri Rundeng, Aceh Singkil. Kedalaman ilmu yang dimiliki telah mengangkatnya ke tempat kedudukan tinggi dalam dunia sastra Nusantara. Oleh Prof Dr Naguib Al-Attas ia disebut “Jalaluddin Rumi”nya Kepulauan Nusantara, yang tidak terbawa oleh arus roda zaman.


Layaknya Penyair sufi, sajak-sajak Hamzah Fansuri penuh dengan rindu-dendam, luapan emosi cinta kepada kekasihnya, Al-Khaliq, Allah Yang Maha Esa. Rindunya dengan sang Khaliq menjadikannya sebagai Insan Kamil yang tiada lagi pembatas antara dia dan Khaliqnya, karena jiwa telah menyatu ke dalam diri kekasih yang dirindukannya, seperti makna implisit dalam hadits Qudsi riwayat Thabrani:


”Hambaku selalu menghampiriKu dengan ibadah-ibadah yang sunat sehingga Aku cinta kepadanya. Bila demikian, Aku menjadi pendengarannya yang dipergunakannya­ untuk mendengar, pemandangannya yang dipergunakan untuk memandang, lisannya untuk berbicara dan hatinya untuk berpikir.”


Oleh karena itu dalam karya tulis Hamzah Fansuri seakan-akan mendengar dengan telinga Khaliq nya, memandang dengan mata Khaliq nya, berbicara dengan lisan Khaliq nya. Tentu saja hal ini sangat sukar dimengerti dan dipahami oleh orang yang tidak banyak membaca dan
mendalami buah pikiran dan filsafat Ulama Tasawuf atau penyair sufi.


Cakrawalanya yang sejauh ufuk langit telah menghangatkan syair-syair padat dan berisi penuh dengan butir-butir filsafat, tetapi menawan hati untuk menguak makna yang terkandung.


Di antara karyanya yang ekstentik itu adalah "Syair Burung Perahu", "Syair Burung Pingai", "Syair Burung Unggas", "Syair Perahu" dan "Bismilllahir Rahmanir Rahim". Menurut A. Hasjmy, meskipun ia menganut filsafat Tuhan (Wahdatul Wujud), ia menolak faham hulul, faham keleburan selebur-leburnya dengan Tuhan:


Aho segala kita umat Rasuli
Tuntut ilmu hakikat al-wusul
Karena ilmu itu pada Allah qabul
I’tiqad jangan ittihad dan hulul.


Perhatikan juga bahasa yang terdapat dalam petikan 'Syair Perahu'nya ini:


Inilah gerangan suatu madah
Mengarangkan syair terlalu indah
Membetuli jalan tempat berpindah
Di sanalah i'tikad diperbetuli sudah


Wahai muda kenali dirimu
Ialah perahu tamsil tubuhmu
Tiadalah berapa lama hidupmu
Ke akhirat jua kekal diammu


Hai muda arif budiman
Hasilkan kemudi dengan pedoman
Alat perahumu jua kerjakan
Itulah jalan membetuli insan


Dengan penggunaan bahasa yang indah dan dengan perumpamaan yang sederhana, Syair Perahu ini pada suatu masa menjadi sebutan orang ramai. Ia digunakan oleh ibu bapa untuk menasihati anaknya agar mentaati ajaran Islam.


Dalam Ensiklopedi Umum (1973) mengatakan Hamzah Fansuri adalah seorang penyair dan ahli tasawuf yang berasal dari Barus, Sumatera.


Aliran Hamzah Fansuri dalam ilmu tasawuf sangat terpengaruh sehingga ke Tanah Jawa. Hamzah Fansuri banyak terkesan dengan karya-karya serta ketokohan Ibnu Arabi, Al-Hallaj, Al-Djunaid dan Jajaludin ar-Rumi kerana nama-nama ini ada disebut dalam kebanyakkan karya
Tasawwufnya.


Aliran Hamzah Fansuri terkenal dengan teori Wahdatul Wujud di mana fahaman ini sangat ditentang oleh Nuruddin Ar-Raniri. Antara bentuk karangannya yang sangat terkenal adalah Syair Perahu, Syair Burung Pungai, Syair Dagang dan lain-lain (Hasan Shadily 1973: 321).


Mengenai tarikh lahir Hamzah Fansuri hingga kini masih diperdebatkan. Ooi Keat Gin (2004) dalam ensklopedianya menyatakan bahwa beliau lahir pada pertengahan abad ke-16 saat kepimpinan serta kesultanan Sultan Alaudin Riayat Shah Ibn Firman Shah (1589-1604) (Ooi Keat Gin. 2004: 560). Drewes dan Brakel (1986) pun berpendapat bahwa Hamzah hidup hingga zaman kesultanan Iskandar Muda (Mahkota Alam) yaitu antara tahun 1607 hingga 1636 masehi.


Berdasarkan penelitian dan kajian jelas mengatakan bahawa beliau meninggal dunia antara sebelum atau pada tahun 1590 masihi (Drewes dan Brakel 1986:3). Manakala Naquib Al-Attas dalam membicarakan mengenai tahun kelahiran Hamzah Fansuri, beliau membawakan beberapa bait syair Hamzah Fansuri yang boleh dijadikan justifikasi kepada isu ini:


Sjah ‘Alam Radja jang adil
Radja Qoetoeb jang sampoerna kami
Wali Allah sampoerna wasil
Radja arif lagi mukammil
Bertambah daulat Sjah


Bertambah daulat Sjah ‘Alam
Makota pada sekalian Alam
Karoenia ilahi Rabb al-‘alamina
Menjadi radja kedoe alam.


Dari keterangan dan bukti yang dikemukakan sarjana-sarjana di atas maka besar kemungkinan Hamzah Fansuri hidup semasa Sultan ‘Ala al-Din Riayat Syah (1589-1602) atau pada akhir abad ke-16 sampai abad ke-17 dan diperkirakan Hamzah Fansuri meninggal dunia sebelum atau pada 1016/1607 sesuai dengan bukti-bukti yang dikemukan oleh Naquib al-Attas (Naguib al-Attas 1970:70). Lebih tepat lagi A. Hasmy dalam kertas kerjanya mengatakan bahawa pada akhir pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam (wafat 29 Rajab 1046 H = 27 Desember 1636 M.), Syekh Hamzah Fansuri meninggal dunia di Wilayah Singkel, dekat kota kecil Rundeng. Beliau dimakamkan di Kampung Oboh Simpang Kiri Rundeng di Hulu Sungai Singkel. (A. Hasmy 1984:11).


Tentang tempat kelahiran Hamzah Fansuri, kebanyakkan sarjana sepakat beliau berasal dari Fansur yang bersempena dengan nama di belakangnya yaitu Fansuri. Fansur adalah sebuah pelabuhan Pantai Barat di Utara Sumatera antara Singkil dan sibolga. Orang luar menengarai tempat ini sebagai Fansur tetapi lebih tepatnya Barus dalam bahasa setempat (Ooi Keat Gin. 2004: 561). Sementara, jika mengacu dari karya Naguib al-Attas (1970:5-8), mengatakan bahwa Hamzah pernah menulis dalam syairnya yang menerangkan dirinya lahir di Shahr Nawi (Shah r-i-Nawi) atau Ayutthaya, Thailand. Tetapi disanggah Drewes dan Brakel (1986) yang mengatakan ini hanya teori dan kemungkinan Hamzah Fansuri telah menjelajah atau bermusafir sehingga ke Ayutthaya dan menuntut ilmu bersama orang Parsi di sana (Drewes dan Brakel 1986:5).


Maklumlah, Hamzah Fansuri semasa hidupnya sangat suka menjelajah atau bermusafir ke seluruh Nusantara dan Tanah Arab, antara lain: Pahang, Ayttuhaya, Mughal India, Mekah, Madinah dan juga Baghdad. Ilmu wahdatul wujud yang diserap Hamzah, menurut beberapa ahli terpengaruh oleh pandangan Ibnu Arabi yang berasal dari Sepanyol, ketika Hamzah menjelajah ke Mughal India dan juga Parsi sekitar abad ke-16. Ketika mengajarkan doktrin wahdatul wujud, Fansuri berada di Aceh di akhir abad ke-16. Aceh sendiri kala itu merupakan pusat kekuasaan, politik, dan ketentaraan serta pusat Islam yang pesat menggantikan Malaka yang ketika itu ditawan oleh Portugis pada 1511.


Hamzah Fansuri banyak dikritik oleh Nuruddin al-Raniri (1658). Nuruddin mengatakan bahwa Hamzah dan Syamsuddin Sumatrani yang mengajarkan wahdatul wujud adalah sesat dan bertentangan dengan apa yang difahami oleh dirinya. Ini adalah karena di India, wahdatul
wujud sangat ditentang oleh ahli aqidah di India dan situasi yang sama dibawa ke Aceh dengan mempengaruhi Sultanah Taj al-Alam Safatudin Shah (1641-1675) untuk membakar dan mengharamkan nama Hamzah Fansuri dan karyanya. Oleh karena itu, nama dan peranan
Hamzah Fansuri banyak tidak kelihatan dalam karya Indonesia sebagaimana dengan Hikayat Acheh (Ooi Keat Gin. 2004: 561-562).


Menurut Abdul Hadi, Hamzah Fansuri merupakan penyair yang tersohor di tanah Melayu abad ke-16 yang menjadi buah mulut kalangan sarjana di Nusantara. Hamzah Fansuri merupakan intelektual dan ahli sufi yang terkemuka dan dianggap perintis dalam pelbagai bidang keilmuan. Hamzah merintis tradisi baru dalam penulisan sastra Melayu-Indonesia, khususnya di bidang penulisan sastra yang bercorak Islam di abad ke 16 dan ke 17 (2001: 117). Dia merupakan "Bapak Sastera Melayu" dan orang yang pertama menulis dalam bahasa Melayu tentang banyak aspek tasawuf (Muhammad Bukhari: 123).


Hingga kini, dari berbagai penelitian, belum ditemukan syair yang mendahului syair Hamzah Fansuri (Voorhoeve: 278). Mengikut Syed Naguib al-Attas, syair Hamzah Fansuri terawal yang masih wujud dianggap berasal dari seorang ahli mistik Sumatera abad ke-16 (lihat Siti Hawa Haji Saleh: 123). Hamzah Fansuri juga disebut sebagai seorang muslim yang sangat bertakwa, yang disanjungnya ialah khalik yang mencipta alam semesta dan menentukan takdir-Nya (Muhammad Naquib al-Attas, 1970: 322). Dia juga seorang ahli tasawuf, zahid dan mistik yang mencari penyatuan dengan khalik dan menemuinya di jalan isyk (cinta) (V.I Braginsky, 1994: 15)

Tuesday, 26 April 2016

Dari Abu Beureueh Ke Hasan Tiro

Dari Abu Beureueh Ke Hasan Tiro


Kontroversi ini sebenarnya masih mengalir sampai sekarang. Ada yang menganggap, setelah Daud Beureueh turun gunung, ia tidak pernah lagi terlibat dalam gerakan politik. Perlawanan yang diusung GAM, sama sekali tidak terkait dengan DI/TII.


“Kalau Hasan Tiro kan menuntut kemerdekaan, sedangkan DI/TII melawan karena kecewa,” kata M Jasin, mantan Pangdam Iskandar Muda yang dianggap berhasil mengajak Daud Beureueh turun gunung.


Tak hanya Jasin, tokoh-tokoh senior di Aceh juga banyak yang mendukung argumen itu. Dalam sebuah tulisannya di Republika, almarhum Ali Hasjmy, mantan Gubernur Aceh, memutus kaitan GAM dan Abu Beureueh. Menurutnya, GAM dan Hasan Tiro adalah gerakan kriminal, sedangkan DI/TII adalah gerakan politik murni.


Tak heran jika awal-awal perlawanan GAM, Pemerintah Indonesia menuding mereka sebagai gerombolan pengacau keamanan (GPK). Stigma kriminal dimunculkan untuk memutus dukungan pengikut Daud Beureueh yang dikenal sebagai legenda bagi warga Aceh.


Nyatanya, upaya membumikan GAM sebagai kelompok kriminal tetap gagal. Hasan Tiro kadung jadi ikon perlawanan rakyat yang baru, terutama di masa Orde Baru. Lihat saja daftar tokoh pertama yang bergabung dalam GAM. Banyak di antara mereka adalah bekas pendukung DI/TII. Sebut saja Teungku Ilyas Leube dan Daud Husin alias Daud Paneuek (paneuek artinya pendek). Ilyas adalah ulama yang disegani di Aceh Tengah dan merupakan pendukung setia Daud Beureueh. Dalam susunan kabinet GAM pertama, Ilyas duduk sebagai Menteri Kehakiman, sedangkan Daud Paneuek sebagai Panglima Angkatan Bersenjata.


Menurut Baihaqi, mantan pasukan DI/TII, keputusan Ilyas mendukung GAM semata-amata karena kecewa dengan sikap pemerintah yang ternyata hanya memberi janji omong kosong kepada Aceh. “Ilyas orangnya sangat peka terhadap agama. Ketika Syariat Islam tidak berjalan di Aceh, ia orang yang paling marah” kata Baihaqi yang juga sepupu Ilyas.


Padahal, saat Daud Beureueh turun gunung, pemerintah berjanji memberikan tiga keistimewaan untuk Aceh: syariat Islam, pendidikan, dan budaya. Nyatanya, semua janji itu tak dipenuhi. Tak heran, begitu Hasan Tiro mengumandangkan perlawanan di paruh akhir tahun 1970-an, Ilyas pun menjadi orang pertama yang mendukung.


Ketika GAM masih dalam bentuk rancangan, menurut Baihaqi, sebenarnya Daud Beureueh sudah diberi tahu masalah itu. Hanya saja, Beureueh tak mungkin lagi angkat senjata karena di tahun 1976, saat Hasan Tiro datang ke Aceh untuk kedua kalinya, Abu Beureueh sudah berusia 77 tahun.


“Ayahanda tidak perlu berperang. Biar kami saja yang melakukan perlawanan. Kami hanya perlu dukungan dari Ayahanda,” demikian bujuk Hasan Tiro kepada Daud Beureueh seperti ditirukan Baihaqi kepada acehkita.




Sebagai asisten pribadi Abu Beureueh, Baihaqi tahu persis dialog itu. Apalagi, ia masih memiliki hubungan darah dengan Ilyas Leube. “Jadi kalau dikatakan Daud Beureueh mendukung Hasan Tiro, itu bisa jadi benar,” katanya. Bedanya, di masa DI/TII, Daud Beurueh mengumumkan perlawanan secara resmi dan terbuka kepada seluruh masyarakat Aceh, tetapi di masa GAM, ia lebih banyak diam.


Hubungan Daud Beureueh dan Hasan Tiro sebenarnya pernah memburuk. Dalam bukunya, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka, wartawan Neta S Pane menulis, saat pulang ke Aceh pada 1975, Daud Beureueh pernah memberikan uang sebesar Rp 12,5 juta kepada Tiro untuk membeli senjata. Singkat cerita, saat muncul lagi pada 1977, alangkah terkejutnya tokoh-tokoh GAM karena tak mendapatkan apa yang diharap. “Hasan Tiro hanya membawa tiga pucuk pistol jenis colt dan dua pucuk senjata double loop. Beberapa tokoh GAM mengejeknya bahwa senjata itu hanya cukup untuk membunuh babi hutan,” tulis Neta yang kini mengelola Lembaga Pengamat Polri (Gamatpol).


Meski demikian, Daud Beureueh tak pernah marah kepada Hasan Tiro. Dukungan Daud Beureueh kepada GAM juga dibenarkan Zakaria, seorang tokoh GAM yang tinggal di Thailand. Menurutnya, saat Hasan Tiro melakukan pendidikan politik di hutan, beberapa kali Daud Beuerueh mengirimkan bantuan kepada mereka. “Saya sering sekali disuruh Daud Beureueh menyampaikan bantuan itu,” akunya.


Bantuan tak hanya berupa uang, tapi juga bahan makanan untuk Hasan Tiro dan pendukungnya. Dukungan Daud Beureueh kepada GAM pada masa itu diberikan karena Hasan Tiro bertekad mendirikan negara Islam di Aceh. Zakaria sendiri termasuk pendukung Hasan Tiro paling setia. Ketika operasi militer berlangsung pada 1983, ia berhasil melarikan diri ke Malaysia. Pertemuan terakhir acehkita dengan Zakaria berlangsung di Thailand, dua tahun lalu.


Dalam barisan GAM, Zakaria yang saat ini berusia sekitar 69 tahun, menjabat sebagai Menteri Pertahanan yang ditempatkan di Thailand. Dia orang penting yang berperan sebagai penyedia senjata untuk GAM. Senjata itu dibeli dari perbatasan Kamboja dan Vietnam, selanjutnya dikirim melalui pesisir pantai Malaysia menuju pantai Aceh Timur.


Zakaria mengisahkan, untuk menyampaikan bantuan dari Daud Beureueh kepada Hasan Tiro, ia harus berhati-hati. Soalnya, sejak 1977, setahun setelah kemerdekaan GAM diproklamasikan, pemerintah mulai mendatangkan pasukan ke Aceh.


Setelah Hasan Tiro kembali ke Amerika pada 1979, kekuatan GAM tak luntur. Semakin lama, pengikutnya kian banyak. Intelijen TNI sendiri disebut-sebut mengetahui kalau Daud Beureueh memberi dukungan moral kepada GAM. Untuk mencegah meluasnya pengaruh ulama itu, dalam sebuah operasi intelijen yang dipimpin Lettu Sjafrie Sjamsoeddin (sekarang Sekjen Departemen Pertahanan berpangkat Mayjen), pada 1 Mei 1978, Daud Beureueh dibawa secara paksa. Ia tak kuasa melawan karena sudah dibius. Daud Beuereueh dibawa ke Medan selanjutnya diterbangkan ke Jakarta untuk selanjutnya ditempatkan di sebuah rumah mewah di bilangan Tomang, Jakarta Barat, sebagai tahanan di sangkar emas.


Ini upaya mengungsikan Daud Beureueh kedua kalinya setelah pada 1971 ia ‘dipaksa’ keliling Eropa untuk mencegah pengaruhnya meluas di Aceh saat berlangsungnya pemilu. Daud Beureueh sendiri adalah pendukung PPP.


Saat Abu Beuereueh menetap di Jakarta, operasi penumpasan GAM dilakukan besar-besaran. Satu demi satu orang-orang dekat Hasan Tiro tewas. Sebut saja Dr Muchtar Hasbi, seorang intelektual muda Aceh, 35 tahun, yang tewas setelah disiksa. Mayatnya dikembalikan ke keluarganya dalam keadaan tanpa pakaian. Muchtar Hasbi adalah Perdana Menteri pertama GAM.




Dr Zubir Mahmud, 29 tahun, yang dalam kabinet GAM menduduki jabatan sebagai Menteri Sosial, juga tewas ditembak tak jauh dari rumahnya pada Mei 1980. Selain itu, Teungku Haji Ilyas Leube yang menggantikan posisi Muchtar sebagai Perdana Menteri, juga tewas di ujung peluru pada Juli 1982.


Para sejarawan Aceh menyebut, Daud Beureueh sebenarnya sangat kecewa dipindahkan ke Jakarta. Selain karena ruang gerak yang selalu diawasi, ia juga sedih karena dijauhkan dengan murid-muridnya. Ia menjadi terhalang menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Ia pun tak lagi bisa tampil sebagai imam masjid. Tapi ia sendiri tak kuasa melawan karena kesehatannya sudah menurun. Ia menetap di Jakarta bersama anak dan cucunya dengan fasilitas dari pemerintah.


Kegelisahan Teungku Daud itu dirasakan sahabat dan murid-muridnya. Beberapa orang yang penah dekat dengannya, antara lain Ali Hasjmy (saat itu sebagai Rektor IAIN Ar-Raniry setelah pensiun dari Gubernur Aceh) dan Teungku H Abdullah Ujongrimba (Ketua MUI Aceh), melobi Wakil Presiden Adam Malik agar memulangkan Daud Beureueh ke Aceh. Mereka menjamin, selama di Aceh, Daud Beureueh tak akan memberikan perlawanan kepada pemerintah, apalagi ikut mendukung GAM.


Harapan itu terkabul. Pada 1982 ulama simbol perlawanan itu kembali ke Bumi Seulanga. Malangnya, pada 1985, ia terjatuh dari tempat tidur sehingga engsel pinggulnya mengalami gangguan. Sejak itu ia tidak bisa berdiri. Tamu-tamu yang datang mengunjunginya tetap disambut secara terbuka. Legenda Aceh itu akhirnya meninggal dunia pada 10 Juni 1987.


Jasadnya dimakamkan di bawah pohon mangga di pekarangan Masjid Baitul A’la lil Mujahidin di Beureunen. Seluruh Aceh berduka. Sejak itu, tragedi demi tragedi berkali-kali singgah di bumi Serambi Mekkah. Dua tahun setelah kepergian sang tokoh, Tanah Rencong bersimbah darah dengan digelarnya Operasi Jaring Merah atau pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM).


Sepeninggal Daud Beureueh, Hasan Tiro pun menjadi simbol perlawanan baru, lengkap dengan segala kontroversinya.


5 Jasa Besar Aceh Kepada Indonesia yang Sepertinya Sudah Mulai Dilupakan


Ketika membahas tentang Aceh, maka pikiran kita sudah pasti akan tertuju kepada dua hal. Kalau tidak tsunami ya GAM. Aceh sama sekali tidak identik dengan hal-hal besar lain, termasuk peran pentingnya bagi Indonesia. Padahal, faktanya, tanpa Aceh, mungkin Indonesia tidak sama seperti sekarang. Entah masih dalam kungkungan penjajahan atau yang lebih buruk lagi

Tanpa diketahui banyak orang Indonesia, Aceh di masa lalu terus memberikan banyak sekali sumbangsihnya. Apa yang mereka lakukan benar-benar berpengaruh bagi bangsa. Sehingga sama seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, tanpa Aceh Indonesia mungkin masih terlunta-lunta dalam keterpurukan. 
Kita tidak boleh lupa akan sejarah, tidak juga sombong dengan tidak mengakui peran saudara senegara lain yang memang sangat nyata. Jadi, hal-hal besar apa saja yang sudah dilakukan oleh rakyat Aceh terhadap negara ini?

1. Aceh Jadi Donatur Indonesia di Masa Perjuangan

Mungkin tidak banyak yang tahu kalau sebenarnya ketika Belanda dan Jepang menjajah Indonesia, Aceh selalu dalam kondisi merdeka. Ya, rakyat Aceh berjuang gigih sehingga penjajahan tidak sampai kepada tanah mereka. Alhasil, orang-orang Aceh makmur secara ekonomi karena tidak terjerat sistem kolonial. Sebenarnya mereka bisa memilih untuk tidak peduli. Namun, terlahir di tanah Indonesia, orang-orang Aceh merasa punya kewajiban moral untuk membantu saudara sebangsa.
Tokoh-tokoh penting Aceh yang selalu ringan tangannya membantu perjuangan Indonesia [Image Source]
Tokoh-tokoh penting Aceh yang selalu ringan tangannya membantu perjuangan Indonesia [Image Source]
Akhirnya mengalirlah bantuan-bantuan dana dari orang-orang Aceh kepada Indonesia. Bantuan ini pun dipakai untuk operasional pemerintah Indonesia. Salah satunya untuk membiayai H. Agus Salim agar bisa mengikuti Konferensi Asia di New Delhi. Tanpa bantuan ini, perjuangan Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan makin susah.

2. Rakyat Aceh Patungan Lalu Belikan Indonesia Pesawat

Secara teori Indonesia memang kaya, tapi di masa perjuangan mengelola sumber daya alam nyaris jadi hal yang tidak mungkin dilakukan. Selain terkendala modal, alat dan lain sebagainya, fokusnya saat itu adalah berjuang. Lalu, ke mana Indonesia mencari bantuan yang bisa instan dan langsung? Ya, Aceh.
Pesawat perjuangan ini adalah hasil patungan orang-orang Aceh [Image Source]
Pesawat perjuangan ini adalah hasil patungan orang-orang Aceh [Image Source]
Aceh seakan menjadi donatur tetapnya Indonesia. Ketika bangsa ini butuh dibantu, mereka siap. Faktanya, mayoritas sumbangan dana yang diberikan oleh Aceh kepada Indonesia berasal dari patungan rakyat. Seperti ketika Indonesia butuh pesawat, orang-orang Aceh mengumpulkan emas-emas mereka lalu mendatangkan sebuah pesawat untuk diberikan kepada bangsa ini. Ada dua pesawat yang berhasil dibeli dari dana patungan tersebut, dan pesawat ini perannya amat vital bagi perjuangan
Indonesia.

3. Aceh Juga Menyumbang Kapal Laut

Alutsista Indonesia di masa perjuangan sangatlah miris. Jangankan produksi, dulu para leluhur hanya memunguti dan juga membeli. Walaupun membeli bukanlah pilihan mudah mengingat ekonomi Indonesia tidak bagus. Lagi-lagi Aceh memberikan bantuan untuk Indonesia. Kali ini berupa kapal laut dengan kode PPB 58 LB.
Aceh juga menyumbang sebuah kapal yang peranannya sangat vital bagi perjuangan bangsa ini [Image Source]
Aceh juga menyumbang sebuah kapal yang peranannya sangat vital bagi perjuangan bangsa ini [Image Source]
Kapal ini pun pengaruhnya sangat besar bagi bangsa. Dulu, ia dikemudikan oleh seorang Laksamana Muda bernama John Lie. Di tangannya, kapal ini berguna banyak, terutama perannya dalam mendistribusikan senjata-senjata. Seandainya Aceh pelit dan berbuah tidak adanya kapal ini, maka perjuangan Indonesia akan berlipat-lipat susahnya.

4. Peran Penting Radio Rimba Raya

Dulu, media untuk menyebarkan semangat perjuangan sangat terbatas. Lewat tulisan-tulisan juga sama sekali susah lantaran distribusinya pasti diawasi penjajah serta tulisannya akan banyak diplintir. Radio jadi satu-satunya alat orang-orang dulu untuk saling berbagai kabar perjuangan.
Monumen Radio Rimba Jaya yang kiprahnya begitu penting [Image Source]
Monumen Radio Rimba Jaya yang kiprahnya begitu penting [Image Source]
Meskipun demikian, tak banyak radio yang berdiri dan kemudian melakukan siaran berharga itu. Hanya beberapa gelintir saja termasuk salah satunya adalah Radio Rimba Raya yang ada di Aceh Tengah. Peran radio ini benar-benar vital. Para penyiarnya selalu tak henti-hentinya memberikan informasi penting tentang perjuangan bangsa. Misalnya dengan menegaskan bahwa Indonesia tetap berdiri ketika radio Belanda tak bosan-bosannya mengingatkan dunia jika mereka sudah menghapuskan bangsa ini.

5. Menyumbang Emas Monas Sebagai Lambang Kedigjayaan Bangsa

Terletak di ibu kota dengan bangunannya yang hebat, monas adalah representasi perjuangan bangsa. Ditambah lagi dengan emas seberat 38 kilogram di bagian teratas monumen yang makin membuat bangsa ini bisa membusungkan dada sebagai negara berdaulat yang tidak bisa diganggu gugat. Tahu kah siapa yang menyumbang emas ini? Ya, ia adalah seorang pria asal Aceh.
Teuku Markam, pria inilah yang menyumbang 28 dari 38 kilogram emas Monas [Image Source]
Teuku Markam, pria inilah yang menyumbang 28 dari 38 kilogram emas Monas [Image Source]
Bernama Teuku Markam, pria ini menyumbang 28 kilogram dari 38 kilogram emas di ujung monas. Kalau dikonversi menjadi uang saat ini dengan harga emas per-gram Rp 500 ribu, maka Teuku Markam mengeluarkan sekitar Rp 14 triliun. Benar-benar jumlah yang tidak main-main. Sayangnya, jasa Markam sudah jarang diingat lagi hari ini. Pantaslah kalau Aceh dilabeli sebagai daerah istimewa. Pasalnya, apa yang dilakukan penduduknya benar-benar besar perannya bagi eksistensi Indonesia. Seandainya dulu ceritanya orang Aceh tak peduli dengan Indonesia, mungkin negara ini akan mengalami perjuangan yang lebih berat lagi. Atas apa yang sudah dilakukan mereka di masa lalu, sepertinya kita harus mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.(Sumber: boombastis.com)